JAKARTA, Cobisnis.com – Gula rafinasi mengalami kenaikan hingga dapat berimbas pada industri makanan dan minuman, termasuk para penjual makanan dan minuman.
Gula rafinasi Adalah gula yang biasa kita temui pada produk makanan dan minuman serta farmasi. Gula ini berasal dari sari tebu. Dalam proses pembuatannya, sari tebu akan melalui proses pemurnian dan pengolahan yang panjang sehingga menghasilkan gula murni.
Kenaikan harga gula ini membuat pusing para pedagang makanan dan minuman karena berdampak pada naiknya biaya pembuatan makanan dan minuman itu sendiri hingga otomatis produk makanan dan minuman itu harus naik.
Apalagi kenaikan gula ini bisa menembus 30% yang tentu akan berdampak besar pada harga-harga jual sebuah produk yang menggunakan gula.
Berdasarkan Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula Dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional.
Gula yang digunakan dalam industri termasuk industri makan dan minum harus merupakan gula rafinasi. Sedangkan gula tebu digunakan sebagai gula konsumsi.
Celakanya, sampai saat ini gula rafinasi yang digunakan industri mamin masih 100% impor. Ini karena produsen tidak boleh pakai gula kristal putih yang dari lokal kalau untuk Industri. Padahal penggunaan gula kristal putih dapat mendongkrak perekenomian nasional.
Meski begitu, biasanya industri makanan dan minuman besar memiliki kontrak hingga akhir tahun hingga tak terpengaruh dengan kenaikan harga sementara waktu.
Kembali, lagi, apakah produsen akan menaikkan harga makanan dan minuman? Belum tentu, sebab ada konsekuensi berat saat produsen menaikkan harga produk karena dapat berimbas pada tidak diminatinya produk tersebut.