Cobisnis.com – Bank DBS Indonesia melalui Asian Insights Conference 2021 menggelar diskusi dengan tema ‘Reimagining the Future of Indonesia’, membahas sustainability arah dan tren bisnis bersama sejumlah pakar dan perwakilan pemerintah.
Adapun panel diikuti Analis Eksekutif Senior Departemen Internasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ahmad Rifqi; Chief Sustainability Officer Bank DBS, Mikkel Larsen; dan Kepala Studi Lingkungan, LPEM FEB UI, Dr. Alin Halimatussadiah.
Semuanya bergabung di dalam panel diskusi berjudul ‘The Collaborative Effort in Driving Sustainability Agenda’.
“Indonesia merupakan pasar yang menarik bagi investor dikarenakan demografinya, sumber daya alam, dan populasi umur produktif yang tinggi. Indonesia juga mampu mendapatkan keuntungan dari perbaikan ekonomi global, terutama kebutuhan akan sumber daya alam yang tinggi,” ujar Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia, Paulus Sutisna, membuka panel diskusi.
Dari sisi pemerintah, Ahmad Rifqi mengatakan OJK sebagai regulator mendukung sepenuhnya sektor jasa keuangan yang menggabungkan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola dengan industri keuangan. Namun hal ini masih belum bisa terlaksana dengan mulus.
Mengubah pola pikir para pelaku industri untuk menjalankan ekonomi berkelanjutan ternyata tidak semudah itu. Tantangan yang paling dirasakan dalam mengembangkan ekonomi berkelanjutan adalah awareness yang rendah dari para pelaku industri. Selain itu, belum adanya standarisasi yang jelas untuk para pelakunya. Ditambah dengan sedikitnya peluang bisnis yang bisa diraih oleh para pemainnya.
“Berbagai respon cukup bagus, juga dari dunia internasional mendapat sambutan yang positif. Evaluasi masih ada yang harus disempurnakan. Untuk itu kami tetap berharap sektor sektor jasa keuangan berupaya mengadaptasi keuangan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan risiko dari perubahan iklim,” kata Ahmad Rifqi dalam siaran pers DBS, Senin (23 Maret 2021).
Terkait pelaksanaan perekonomian hijau, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan di tahun 2014.
Kerangka tersebut berfokus akan keuangan berkelanjutan yang ingin dicapai oleh Indonesia dalam jangka pendek, menengah, dan panjang melalui OJK. Selain itu, kerangka tersebut dapat menjadi acuan bagi lembaga keuangan untuk berperan aktif dan berkontribusi positif dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.
Komitmen pemerintah untuk menciptakan perekonomian yang berkelanjutan semakin kuat dengan dikeluarkannya Peraturan OJK (POJK) No.60/POJK.04/2017 tentang penerbitan dan persyaratan efek bersifat utang berwawasan lingkungan (green bond).
Setidaknya sudah ada dua roadmap yang sedang dijalankan saat ini, di mana roadmap tahap kedua baru diresmikan pada awal Januari tahun ini oleh presiden. Regulator setidaknya sudah menyiapkan beberapa sub ekosistem pada roadmap tahap kedua ini yang akan dijalankan sampai 2025.
“Kami sudah menyiapkan regulasi produk, market infrastructure, kemudian koordinasi antara kementerian dan lembaga. Sektor yang menjadi arah OJK juga mengikuti sektor yang sudah menjadi prioritas oleh pemerintah,” kata Ahmad Rifqi.
Kepala Studi Lingkungan, LPEM FEB UI, Dr. Alin Halimatussadiah mengatakan kondisi pandemi seperti yang terjadi sekarang justru membuat regulator dan para pelaku industri semakin gencar untuk melakukan transisi ke ekonomi berkelanjutan.
Beberapa negara sudah memulai untuk menjalankan ekonomi hijau, seperti Korea Selatan dan Uni Eropa.
“Kita harus mengarah ke pathway yang lebih green dan sustain. Bukan hanya untuk mendapatkan manfaat lingkungan tapi juga ekonomi yang nantinya bisa menurunkan poverty di Indonesia,” kata Alin.
Menurutnya, langkah green recovery ini akan memberikan keuntungan yang berlipat ganda. Untuk itu, setiap pelaku harus lebih jeli melihat sektor apa saja yang bisa dikembangkan termasuk juga dengan caranya. Tentunya ini harus dilakukan dengan studi yang lebih komprehensif.
Beberapa sektor yang bisa disasar untuk green recovery ini adalah renewable energy, pertanian, perhutanan, dan perikanan. Sektor tersebut banyak digeluti oleh masyarakat miskin, ketika sektor tersebut bisa lebih berkembang, maka nilai tambah yang diangkat akan lebih besar lagi.