JAKARTA, Cobisnis.com – Aksara Nusantara adalah salah satu warisan budaya paling berharga yang menunjukkan betapa majunya peradaban di kepulauan Indonesia sejak masa lampau. Sebelum mengenal huruf Latin seperti sekarang, masyarakat di berbagai wilayah Nusantara sudah memiliki sistem tulisan sendiri yang digunakan untuk berkomunikasi, mencatat sejarah, hingga menyebarkan ajaran agama.
Aksara tertua yang ditemukan di Indonesia adalah aksara Pallawa yang berasal dari India Selatan. Aksara ini masuk ke Nusantara sekitar abad ke-4 Masehi bersamaan dengan penyebaran agama Hindu dan Buddha. Dari aksara Pallawa inilah kemudian lahir berbagai turunan aksara lokal yang dikenal dengan sebutan aksara daerah.
Salah satu aksara penting yang berkembang dari Pallawa adalah aksara Kawi. Aksara Kawi banyak digunakan di Jawa, Bali, dan sebagian wilayah Nusantara lainnya pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha. Banyak prasasti kuno, seperti Prasasti Canggal dan Prasasti Kalasan, yang menggunakan aksara ini untuk menuliskan peristiwa penting kerajaan.
Seiring waktu, berbagai daerah mulai mengembangkan sistem tulisannya sendiri. Misalnya, di Jawa berkembang aksara Jawa (Hanacaraka), di Bali muncul aksara Bali, di Sumatra ada aksara Rejang dan Batak, sementara di Sulawesi terdapat aksara Lontara yang digunakan oleh masyarakat Bugis dan Makassar. Setiap aksara ini memiliki bentuk, fungsi, dan nilai estetika yang berbeda-beda.
Selain sebagai alat komunikasi, aksara Nusantara juga berfungsi sebagai simbol identitas budaya. Ia mencerminkan cara berpikir, nilai, dan kearifan lokal masyarakatnya. Misalnya, aksara Lontara sering digunakan dalam naskah La Galigo, karya sastra epik yang menjadi kebanggaan masyarakat Bugis.
Namun, seiring datangnya kolonialisme dan modernisasi, penggunaan aksara daerah mulai menurun. Huruf Latin yang diperkenalkan oleh bangsa Eropa menjadi dominan dalam kehidupan sehari-hari dan pendidikan formal. Akibatnya, banyak aksara daerah yang kini hanya dipelajari oleh kalangan tertentu atau di lingkungan akademik.
Meski begitu, upaya pelestarian aksara Nusantara terus dilakukan. Pemerintah, komunitas budaya, dan generasi muda mulai menghidupkan kembali minat terhadap aksara daerah melalui pendidikan, media digital, dan karya seni. Beberapa font digital aksara Nusantara juga telah dikembangkan agar bisa digunakan di perangkat modern.
Dengan memahami sejarah aksara Nusantara, kita tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi juga menjaga salah satu bentuk jati diri bangsa. Aksara-aksara ini adalah bukti nyata bahwa Indonesia memiliki akar peradaban yang kuat dan beragam, yang patut dilestarikan untuk generasi mendatang.














