Cobisnis.com – Kementerian Desa PDTT di tahun 2021 akan memfokuskan dana desa untuk meningkatkan pendampingan SDM sektor pariwisata. Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Desa PDTT, Samsul Widodo, mengatakan saat ini terdapat anggaran mencapai Rp 500 triliun dari pemerintah dan swasta masuk ke desa-desa setiap tahunnya. Dana tersebut juga ditambah dari dana desa mencapai Rp 2 miliar.
“Jadi ada uang sangat banyak yang mengalir ke desa. Namun kebutuhan utamanya adalah pendampingan masyarakat dan mendorong ekosistem yang kolaboratif. Supaya aktivitas masyarakat bisa tumbuh dengan baik dan berkelanjutan,” jelas Widodo dalam
Forum Dialog ISED 2020 yang digelar virtual, Senin (9 November 2020).
Harapannya, kata Widodo, beragam pembangunan di desa membutuhkan pendampingan intensif seperti infrastruktur jalan, irigasi, dan lainnya. Selain itu, pembangunan memiliki konteks pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang berdampak pada kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi.
“Dana desa di 2021 sudah kita prioritaskan untuk SDGs Desa. Setiap desa bisa menentukan sendiri cara mengentaskan kemiskinan dan kelaparan. Karena setiap daerah memiliki kearifan lokalnya sendiri,” ujar Widodo.
Sustainable Development Goals (SDGs) Desa mulai diimplementasikan tahun 2021 sesuai dengan Permendesa PDTT No 13/2020 tentang prioritas penggunaan dana desa 2021. SGDs Desa adalah pembangunan total atas desa yang mengarah pada 18 tujuan pembangunan berkelanjutan di desa.
Dalam SDGs Desa terdapat beberapa pilihan yaitu; Desa Tanpa Kemiskinan, Desa Tanpa Kelaparan, Desa Sehat dan Sejahtera, Pendidikan Desa Berkualitas, Keterlibatan Perempuan Desa, Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi.
“SDGs Desa akan mendukung pembangunan sektor pariwisata khususnya Desa Wisata Hijau yang sudah dikembangkan di NTB. Ini akan jadi percontohan untuk daerah lain,” jelas Widodo.
Libatkan Generasi Muda
Direktur Industri, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bappenas Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo mengatakan SDGs kedepannya akan menggunakan konsep bisnis inklusif. Pendekatan ini melibatkan peran banyak pihak seperti lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat.
“Kita melihat masih banyak keterbatasan generasi muda untuk memulai suatu bisnis. Selain itu kita juga ingin membentuk rantai pasok yang melibatkan masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Leonardo dalam kesempatan sama.
Dia menjelaskan proyek Inovasi dan Investasi untuk Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan yang Inklusif (ISED) telah mengembangkan sektor pariwisata dengan pendampingan masyarakat. Program tersebut hasil kerja sama pemerintah Indonesia dan Jerman yang didukung Kementerian PPN/ Bappenas dan diimplementasikan oleh Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ).
“Program ISED bagus dalam pendampingan. Kita mengembangkan SDM dan enterpreneurship di masyarakat. Ini akan menjadi best practice dan dikembangkan di luar wilayah NTB,” jelasnya.
Sektor pariwisata menjadi fokus proyek ISED karena pekerja non formal mendominasi sektor pariwisata. Diperlukan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan para pekerja di sektor ini, dimulai dari memahami kekayaan alam di wilayahnya. Masyarakat juga dibina membuat produk atau paket wisata yang bisa diterima oleh agen atau wisatawan.