JAKARTA, COBISNIS.COM – Para pekerja dari berbagai daerah di Indonesia tengah bersiap untuk melakukan aksi besar-besaran guna menuntut kenaikan upah minimum tahun 2025 serta pencabutan klaster ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyatakan bahwa aksi ini akan berlangsung dari 24 hingga 31 Oktober 2024, melibatkan lebih dari 100.000 buruh di 300 kabupaten/kota di 38 provinsi.
Said mengungkapkan bahwa para buruh menuntut kenaikan upah minimum sebesar 8-10% pada tahun 2025, bukan hanya sebagai angka, tetapi sebagai kebutuhan yang diperlukan untuk bertahan menghadapi inflasi dan kenaikan biaya hidup.
Ia menegaskan bahwa aksi ini adalah perjuangan untuk hidup layak.
Selain kenaikan upah, buruh juga meminta pencabutan klaster ketenagakerjaan dan klaster petani dalam UU Cipta Kerja, yang dianggap merugikan karena memberi kelonggaran pada fleksibilitas kerja yang mengurangi hak-hak buruh.
Said menyatakan bahwa UU Cipta Kerja telah menghilangkan hak-hak pekerja yang seharusnya dilindungi, dan pihaknya meminta Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan uji materiil yang diajukan oleh KSPI dan Partai Buruh terkait hal tersebut.
Rangkaian aksi ini akan dimulai dari Jakarta dan kemudian dilakukan secara serentak maupun bergelombang di berbagai wilayah, termasuk Bandung, Tangerang, dan daerah-daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, serta Jawa Barat. Said menambahkan bahwa selama tujuh hari, tuntutan buruh akan terus disuarakan dari satu kota ke kota lainnya.
Jika pada 1 November 2024 pemerintah memutuskan kenaikan upah minimum di bawah 8% atau kurang dari tingkat inflasi, dan jika Mahkamah Konstitusi tetap mengesahkan UU Cipta Kerja yang merugikan, KSPI dan Partai Buruh akan melanjutkan dengan mogok nasional selama tiga hari pada November 2024. Said menegaskan bahwa mogok nasional ini merupakan upaya terakhir jika tuntutan buruh tidak dipenuhi.
Selain itu, Partai Buruh dan mayoritas serikat pekerja memastikan tidak ada aksi pada 20 Oktober 2024, saat pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih, dengan tujuan menjaga kelancaran proses tersebut sesuai dengan konstitusi.