JAKARTA, COBISNIS.COM – Rumor mengenai batalnya akuisisi PT Bank Muamalat Indonesia oleh PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) semakin kuat berhembus.
Beberapa sumber dari kalangan ekonom dan pelaku pasar mengindikasikan bahwa kesepakatan antara kedua bank tersebut sulit dicapai, sehingga masing-masing memilih melanjutkan agenda mereka sendiri.
Bank BTN memutuskan untuk fokus pada pemisahan unit usaha syariah (UUS) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang mengharuskan UUS dengan aset melebihi 50% dari aset induk untuk berdiri sendiri atau menjadi Bank Umum Syariah.
Di sisi lain, Bank Muamalat melanjutkan agenda konsolidasi dan mencari mitra strategis melalui penawaran umum perdana (IPO).
Sutan Emir Hidayat, Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), mengungkapkan bahwa rumor batalnya akuisisi ini memang mendekati kenyataan. Menurutnya, saat melakukan uji tuntas, kedua pihak mungkin merasa tidak memiliki visi yang sama sehingga memilih strategi yang berbeda.
Visi yang dimaksud berkaitan dengan strategi pengembangan bank syariah hasil merger. BTN mungkin fokus pada ekosistem perumahan, sedangkan banyak pihak berharap Bank Muamalat melanjutkan strategi yang telah dirintis oleh pendirinya.
Selain itu, ada kendala teknis yang memerlukan waktu penyelesaian, seperti masalah akad kredit nasabah eksisting atau struktur pemegang saham Muamalat itu sendiri. Emir berpendapat bahwa jika hambatan terlalu banyak, berpisah mungkin merupakan pilihan terbaik.
Emir mencatat adanya indikasi batalnya akuisisi ketika Muhammadiyah menyuarakan pentingnya Bank Muamalat berdiri sendiri, bukan menjadi bagian dari BUMN. Masukan tersebut mungkin mempengaruhi keputusan untuk tidak melangkah lebih jauh dalam proses akuisisi.
Ia menekankan bahwa tidak semua uji tuntas harus berakhir dengan merger dan akuisisi. Apapun keputusan akhirnya, penting bahwa keputusan tersebut didasarkan pada pertimbangan yang matang demi kemajuan industri keuangan syariah di Indonesia.
Anwar Abbas dari Muhammadiyah menyatakan pentingnya mempertahankan Bank Muamalat sebagai “bank milik umat” demi kemaslahatan bersama dan merawat warisan para pendirinya yang telah berjuang menjaga bank tersebut.
Piter Abdullah, Direktur Eksekutif Segara Research & Institute, menduga bahwa manajemen BTN dan pemegang saham pengendali Bank Muamalat, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), tidak mencapai kesepakatan valuasi, sehingga proses akuisisi tidak dilanjutkan untuk menghindari kerugian bagi kedua pihak.
Kesepakatan harga mungkin tidak tercapai karena posisi BPKH sebagai pengelola dana haji, yang tidak boleh menghasilkan return negatif. Valuasi Muamalat saat ini mungkin di bawah nilai investasi awal BPKH, sehingga menjual pada harga wajar saat ini dapat menimbulkan kerugian bagi BPKH.
Di sisi lain, BTN tidak mungkin membeli Muamalat sesuai nilai investasi BPKH karena hal itu akan mengabaikan rekomendasi tim penilai dari hasil uji tuntas. Hasil uji tuntas yang tidak sesuai harapan tidak dianggap sebagai isu besar. BTN dapat fokus mencari strategi lain untuk spin-off, sementara Muamalat melanjutkan transformasi untuk menjadi bank yang lebih sehat dan kuat.