Cobisnis.com – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menemukan sejumlah data dan fakta tentang penginapan berbasis aplikasi atau yang juga dikenal sebagai Virtual Hotel Operator (VHO). Komisioner BPKN, Arief Safari, mengungkapkan tantangan utama yang dihadapi bisnis di sektor ini adalah terjadinya pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020.
Pandemi, kata dia, telah menyebabkan startup jaringan hotel/penginapan menjadi salah satu sektor yang transaksinya merosot tajam.
“Terdapat beberapa hotel yang harus tutup atau sementara tutup akibat Covid-19, seperti di wilayah Jawa Barat sebesar 41%, Bali 23%, Yogyakarta 14%, DKI Jakarta 12%, dan NTB 10%,” kata Arief dalam Webinar yang digelar BPKN, Kamis, (15 Oktober 2020).
BPKN juga menemukan beberapa masalah jasa penginapan berbasis aplikasi berdasarkan aduan dan laporan yang didapatkan dari masyarakat.
Diantaranya kegagalan transaksi pada aplikasi/double booking; booking yang dicancel secara sepihak; proses refund yang tidak jelas dan/atau ditolak; fasilitas properti yang tidak sesuai dengan standar yang dijanjikan; dan disinformasi antara aplikasi
dan operator properti.
“Setelah kami melakukan FGD dengan berbagai konsumen yang dilaksanakan pada tanggal 25 September 2020, terdapat beberapa hal yang perlu kita perhatikan, yakni diperlukan kejelasan
tentang pihak yang bertanggung jawab atas pemulihan hak konsumen, apabila jasa penginapan yang ditawarkan tidak sesuai dengan realisasinya,” jelas Arief
Penyelesaian Sengketa Online
Arief juga menekankan perlunya penyelesaian sengketa konsumen secara online. Termasuk diperlukannya perhatian penyelesaian sengketa secara lintas batas (cross border).
BPKN juga merekomendasikan usaha penginapan berbasis aplikasi, khususnya selama menghadapi masa pandemi, harus lebih mengedepankan prinsip perlindungan konsumen, serta memperbanyak edukasi tentang pemahaman, hak dan kewajiban pelaku usaha serta konsumen.
“Berbagai alternatif solusi atas permasalahan ini, dalam menyikapi perkembangan bisnis penginapan yang terjadi khususnya terhadap pemilik properti, perlu ada standarisasi atau
sertifikasi jenis usaha ini,” kata Arief.
Kemudian keterbukaan akses informasi dan komunikasi serta platform aplikasi yang aman serta ramah konsumen, kepastian jaminan hukum yang akan berpengaruh kepada reputasi, perizinan, kejelasan informasi kepada konsumen, standar penginapan, hingga jaminan hak atas tanah.
Selain itu, perlu pengaturan dan pengawasan terhadap penyedia aplikasi maupun penyedia jasa penginapan, termasuk pengiklan.
“BPKN mendorong terbitnya Undang-Undang Data Pribadi sebagai jaminan dasar hukum. Pelaku usaha juga harus menyediakan media pengaduan untuk memberikan kepastian hak akan keamanan, kenyamanan, keselamatan konsumen.”