JAKARTA, Cobisnis.com – Muslim di Tanah Air saat ini 87,2% dari populasi penduduk. Angka ini memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan sektor keuangan dan ekonomi syariah yang dapat berkontribusi dalam keuangan inklusif.
“Potensi keuangan syariah di Indonesia sangat besar. Ini terlihat dari perkembangan indeks inklusi keuangan yang meningkat didukung dengan total aset keuangan syariah. Selain itu, juga didukung penyaluran KUR Syariah dan jumlah debitur syariah yang terus meningkat,” jelas Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso seperti dikutip Cobisnis.com dari situs Kemenko Perekonomian.
Beberapa peluang sebagai penghubung (enabler) pengembangan keuangan syariah antara lain pertumbuhan keuangan sosial melalui zakat dan wakaf, tokenisasi sukuk, digitalisasi dan pengembangan Islamic Fintech, regulasi keuangan syariah dan investasi Berdampak (ESG).
Saat ini, Indonesia telah naik ke peringkat 4 dari peringkat 5 dunia untuk pengembangan keuangan syariah setelah Malaysia, Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab. Sementara, aset keuangan syariah di Indonesia menempati peringkat 7 dunia dengan total aset sebesar US$99 miliar.
Untuk mendukung ekosistem ekonomi dan keuangan syariah, diperlukan integrasi setiap elemen pendukung ekonomi syariah termasuk koordinasi para pemangku kebijakan, dukungan regulasi dan insentif pemerintah untuk mengembangkan industri halal.
Pengembangan usaha syariah untuk memperkuat kapasitas pelaku UMKM juga diperlukan dukungan kebijakan afirmatif dan integrasi program.
Banyaknya jumlah pondok pesantren (ponpes) di Indonesia juga menjadi potensi ekonomi yang besar. Berdasarkan data Kementerian Agama, jumlah ponpes di Indonesia pada 2020 berjumlah 28.194 dengan 44,2% di antaranya berpotensi ekonomi.
“Dengan jumlah ponpes tersebut dapat menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan, ekonomi syariah, dan UMKM halal Indonesia,” pungkasnya.