Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PU, Rachman Arief Dienaputra, menjelaskan bahwa kendaraan yang mengalami kelebihan muatan dan dimensi atau ODOL menjadi salah satu faktor utama dalam masalah keselamatan di jalan tol yang terus berulang. Menurut Rachman, Kementerian PU sangat mendukung dan mendesak percepatan implementasi kebijakan Zero ODOL.
Ia menambahkan bahwa kebijakan Bebas ODOL ini dapat diimplementasikan dengan pengawasan dari Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan pengelola tol atau Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) diharapkan menyiapkan alat timbang bergerak atau Weigh in Motion (WIM) di pintu-pintu tol yang sering dilalui kendaraan berat. Penggunaan WIM juga dianjurkan pada pintu tol yang terhubung dengan pelabuhan serta kawasan industri.
Dengan berkoordinasi bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Korps Lalu Lintas (Korlantas), data dari alat WIM diharapkan bisa digunakan sebagai dasar untuk penindakan kendaraan ODOL. Upaya ini bertujuan mencapai kondisi Zero ODOL di semua jaringan jalan, baik tol maupun non-tol.
Rachman menekankan, upaya untuk mengatasi ODOL telah berjalan namun tetap memerlukan peningkatan. Ia juga menyoroti bahwa setiap kecelakaan lalu lintas melibatkan faktor seperti pengemudi, kondisi kendaraan, kondisi jalan, dan cuaca. Selain itu, berbagai perbaikan di jalan tol terus dilakukan, termasuk pemasangan rambu peringatan, crush cushion, dan pengawasan melalui CCTV selama 24 jam, terutama pada kondisi cuaca ekstrem.
Rachman menyebutkan, Kementerian PU secara aktif berkoordinasi dengan Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT), Korlantas Polri, dan Kemenhub untuk meningkatkan keselamatan jalan.
Meski pemerintah telah berkomitmen melarang kendaraan ODOL pada 2023, hingga kini kebijakan tersebut belum sepenuhnya terlaksana. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno memperkirakan penerapan Zero ODOL kemungkinan kembali tertunda. Djoko mengatakan, “Dengan dominasi angkutan barang di jalan, penerapan Zero ODOL bisa tertunda hingga tahun 2045.”
Secara teknis, Kemenhub melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah melakukan berbagai persiapan terkait kebijakan Zero ODOL, mulai dari sistem pengawasan elektronik hingga teknologi WIM. Sanksi bagi pelanggaran Zero ODOL ini diatur dalam UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), meliputi penilangan, pemindahan muatan, hingga pelarangan melanjutkan perjalanan.