JAKARTA, Cobisnis.com – Konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina tidak hanya berdampak pada kawasan, tetapi juga berpotensi menekan perekonomian global. Eskalasi yang meluas diperkirakan bisa memicu kenaikan harga energi, volatilitas pasar keuangan, hingga memperlambat laju pertumbuhan ekonomi dunia.
Dari sisi energi, Timur Tengah merupakan jalur distribusi vital bagi minyak dan gas dunia. Jika jalur perdagangan seperti Terusan Suez atau fasilitas produksi di Teluk terganggu, harga minyak berpotensi melonjak tajam. Harga energi yang tinggi akan menambah beban negara importir sekaligus mendorong inflasi global.
Kenaikan harga minyak tidak hanya memengaruhi biaya transportasi, tetapi juga harga barang konsumsi. Negara berkembang yang mengimpor energi dalam jumlah besar bisa mengalami defisit perdagangan lebih dalam, memperburuk stabilitas fiskal, serta meningkatkan risiko krisis nilai tukar.
Pasar keuangan global juga berisiko mengalami gejolak. Saat konflik memanas, investor cenderung menghindari aset berisiko dan beralih ke aset aman seperti emas, dolar AS, atau obligasi pemerintah Amerika Serikat. Akibatnya, saham di negara berkembang bisa tertekan dan volatilitas meningkat.
Harga emas dunia berpotensi melonjak signifikan sebagai respons atas ketidakpastian geopolitik. Fenomena ini sudah menjadi pola berulang, di mana logam mulia menjadi aset lindung nilai yang diincar investor ketika stabilitas global terancam.
Selain energi, rantai pasok global juga berpotensi terganggu. Biaya logistik dan pengiriman barang bisa meningkat jika jalur perdagangan internasional terganggu oleh eskalasi konflik. Kondisi ini menimbulkan efek domino berupa naiknya harga pangan di pasar global.
Dampak paling besar dirasakan oleh negara dengan ketergantungan impor pangan dan energi. Tekanan harga akan memperberat beban fiskal pemerintah dalam menjaga subsidi, sementara daya beli masyarakat makin tergerus akibat inflasi tinggi.
Sementara itu, ketidakpastian yang berkepanjangan membuat investor menunda ekspansi maupun realisasi investasi asing langsung (FDI). Aliran modal ke negara-negara berkembang bisa melambat, sehingga mengurangi kapasitas pembiayaan pembangunan.
Institusi internasional seperti IMF dan Bank Dunia biasanya akan menyesuaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi global jika konflik terus berlanjut. Negara maju mungkin lebih tahan, tetapi negara berkembang dengan defisit perdagangan dan utang tinggi akan lebih rentan.
Secara keseluruhan, perang Israel–Palestina yang berlarut-larut berpotensi menciptakan kombinasi tantangan berupa inflasi energi, volatilitas pasar keuangan, penundaan investasi, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Situasi ini menuntut kewaspadaan lebih tinggi dari para pembuat kebijakan global.














