JAKARTA, Cobisnis.com – Kedutaan Besar Australia bersama Western Australian Museum dan Indonesian Heritage Agency (IHA) kembali mengadakan lokakarya pengelolaan museum dan praktik kuratorial. Kegiatan ini berlangsung di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, pada 25–26 November 2025, sebagai kelanjutan dari lokakarya sebelumnya yang digelar pada Agustus 2025 di Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta.
Pelatihan tersebut ditujukan bagi para profesional museum, dengan penekanan pada penerapan keterampilan kuratorial secara langsung, termasuk penggunaan dan pengelolaan koleksi museum dalam praktik sehari-hari.
Dua pakar dari Western Australian Museum, Dr. Melanie Piddocke selaku Direktur Kebudayaan dan Komunitas, serta Erica Boyne selaku Kepala Sejarah, berkolaborasi dan bertukar pengalaman dengan para ahli dari Indonesia. Interaksi ini mendorong pertukaran pengetahuan serta membuka ruang kolaborasi jangka panjang antara kedua negara.
Duta Besar Australia untuk Indonesia, Rod Brazier, menegaskan bahwa inisiatif ini memperkuat hubungan budaya kedua negara. “Kerja sama museum Australia dan Indonesia membuka peluang baru dalam pertukaran budaya dan pengembangan profesional. Ini bagian penting dari kemitraan kami,” ujarnya.
Salah satu fokus utama lokakarya adalah pemahaman dan penerapan Significance 2.0, panduan komprehensif yang digunakan untuk menilai nilai, makna, dan kepentingan suatu objek maupun koleksi museum. Peserta juga belajar bagaimana panduan ini bisa diterapkan secara lebih luas dalam kegiatan kuratorial dan pengelolaan warisan budaya.
Panduan yang telah diterjemahkan dan disesuaikan untuk konteks Indonesia ini didukung oleh Australia-Indonesia Institute dan disusun melalui Proyek Australia Indonesia Museums (AIM). Versi terbaru tersebut memuat studi kasus dari berbagai museum Indonesia serta pembaruan riset terkait asal-usul koleksi.
Indira Estiyanti Nurjadin, Kepala Indonesian Heritage Agency, menyampaikan bahwa kolaborasi ini menjadi langkah penting dalam penguatan kapasitas kuratorial di Indonesia. “Museum bukan hanya ruang penyimpanan koleksi, tapi juga ruang dialog dan kerja sama internasional. Melalui Significance 2.0, kita dapat memahami dan mengkomunikasikan nilai koleksi dengan lebih luas dan relevan,” kata Indira.













