JAKARTA, Cobisnis.com – Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) mengajukan desakan kepada pemerintah untuk mengeluarkan regulasi terkait bisnis jasa titip, yang dikenal dengan istilah jastip, yang berasal dari luar negeri.
Ketua Umum Aprindo, Roy Mandey, menyatakan bahwa bisnis jastip merupakan kegiatan ilegal karena tidak melibatkan jalur resmi dan tidak tunduk pada kewajiban pajak.
“Kami sangat kritis terhadap jastip karena ini adalah usaha ilegal. Jastip masuk ke Indonesia tanpa melalui jalur resmi dan tidak memenuhi kewajiban pajak,” ujar Roy dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Roy melanjutkan, masuknya barang melalui jastip tergolong sebagai black market, di mana barang-barang mahal seperti pakaian, tas, dan elektronik dimasukkan ke dalam kargo seolah-olah milik pribadi.
Namun, begitu keluar dari bandara, barang tersebut diambil oleh pihak tertentu tanpa melalui proses pembayaran pajak dan mekanisme legal yang seharusnya. Akibatnya, negara kehilangan potensi pendapatan dari pajak, sementara bisnis jastip menawarkan peluang keuntungan besar.
Roy menyampaikan keprihatinan bahwa bisnis jastip mengurangi pembelian produk dari toko resmi di dalam negeri. Meskipun dampaknya pada pendapatan ritel tidak begitu signifikan, kekurangan pendapatan pajak menjadi perhatian serius bagi pemerintah.
Oleh karena itu, Aprindo berharap pemerintah segera mengeluarkan regulasi yang memadai untuk mengawasi dan menindak tegas praktik bisnis jastip agar tidak merugikan negara dan ritel.
Pemerintah Perkuat Pengawasan Jastip
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan telah merencanakan penguatan pengawasan terhadap barang yang masuk ke Indonesia melalui jasa titip atau jastip.
Praktik jastip dari luar negeri dianggap merugikan negara baik dari segi pendapatan maupun persaingan bisnis lokal. DJBC berupaya memetakan pergerakan penumpang dengan membuat profil penumpang yang sering menggunakan jastip melalui bandara.
DJBC juga mengajak masyarakat untuk tidak membeli produk dari luar negeri melalui jastip, karena praktik ini dapat merugikan negara akibat tidak dikenakannya bea masuk pada barang yang dibeli.
Mohammad Aflah Farobi, Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC, menekankan pentingnya kesadaran masyarakat untuk tidak ikut serta dalam pembelian barang dari luar negeri dengan menggunakan jastip.