Cobisnis.com – Kepengurusan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) 2020 – 2023 yang baru terbentuk akan berfokus memperkuat ekosistem keuangan digital guna meningkatkan inklusi keuangan masyarakat. Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi ingin meningkatkan peran asosiasi sebagai penyedia layanan pinjaman online (fintech pendanaan) peer to peer (P2P) lending di Tanah Air.
“Para anggota AFPI yang merupakan penyelenggara fintech pendanaan perlu terus memperluas area layanannya hingga ke seluruh wilayah di Tanah Air,” kata Adrian Gunadi usai rapat kerja AFPI secara virtual di Jakarta, Senin (7 Desember 2020).
Fintech pendanaan merupakan lembaga keuangan non-bank yang menawarkan solusi keuangan digital yang menjadi bagian dari ekosistem digital dengan menyasar masyarakat yang belum terlayani (underserved) dan UMKM yang belum tersentuh bantuan (underpenetrated) permodalan sektor perbankan.
Adrian menjamin pihaknya akan melakukan pemutakhiran sistem credit scoring yang lebih baik, serta berkolaborasi dengan institusi lain yang mendukung penyaluran pinjaman khususnya ke sektor UMKM.
UMKM Jadi Perhatian
AFPI akan berkolaborasi semakin erat dengan digital ekosistem sehingga penyelenggara dapat memotret profil risiko UMKM lebih komprehensif. Adrian merujuk penelitian DailySocial Research yang bekerjasama dengan AFPI bertajuk “Evolving Landscape of Fintech Lending in Indonesia”.
Penelitian itu mencatat bahwa peminjam fintech pendanaan didominasi oleh pelaku UMKM online dan offline. Pada fintech pendanaan klaster Syariah sebesar 70% UMKM online, klaster Produktif sebesar 42% UMKM offline dan klaster Konsumtif sebesar 64,1% UMKM offline.
“Kepengurusan AFPI yang baru ini diharapkan menjadi tim yang solid untuk menjalankan fokus utama organisasi untuk kemajuan industri dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui inklusi keuangan yang meluas,” jelas Adrian.
Soal Regulasi
Juru bicara AFPI, Andi Taufan Garuda Putra mengatakan perlunya dukungan semua pihak di dalam ekosistem, mulai dari sesama anggota, regulator, regulasi, hingga masyarakat termasuk lender dan borrower.
Terkait dengan regulasi, AFPI telah memberikan sejumlah masukan atas Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (RPOJK LPBBTI) atau fintech P2P lending.
“Pada dasarnya, AFPI sangat mendukung langkah OJK untuk selalu mengembangkan dan memperbaiki regulasi yang ada. RPOJK fintech P2P lending ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas industri,” ujar Taufan.
RPOJK ini merupakan sebuah penantian yang diharapkan dapat memajukan serta mengembangkan inovasi pada sektor fintech pendanaan. AFPI sangat mendukung langkah OJK untuk selalu mengembangkan dan memperbaiki regulasi yang ada serta dapat meningkatkan kualitas industri fintech P2P lending.
“Kami berharap RPOJK dapat dibuat dengan mengedepankan principal based approach sehingga dapat menghasilkan ketentuan yang mengedepankan esensi-esensi prinsipnya, dengan pertimbangan bahwa penyelenggara tidak menghimpun atau mengelola dana masyarakat serta bisnis model penyelenggara yang bersifat start-up yang perlu dapat bergerak cepat dan efisien,” ujar Taufan.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengatakan susunan kepengurusan terbaru diharapkan dapat memberikan semangat baru kepada para penyelenggara maupun anggota dengan mendukung pengembangan fintech, mendorong inklusi keuangan, serta membuka kemungkinan pengembangan fintech memperluas pembiayaan sampai ke pelosok daerah di Indonesia.
“Dari hasil riset (DailySocial-AFPI) terdapat berbagai data dan input mengenai industri fintech P2P lending, termasuk bagaimana industri P2PL tumbuh kedepannya,” kata Kuseryansah.
Hingga saat ini total penyelenggara fintech lending yang terdaftar di OJK dan menjadi anggota AFPI berjumlah 153 perusahaan yang terbagi dalam tiga sektor pembiayaan, yakni produktif, multiguna (konsumtif) dan syariah. Terdapat 57 perusahaan fintech lending yang fokus di pinjaman sektor produktif, 30 startup di sektor konsumtif, dan 6 persen fokus ke pinjaman syariah, sisanya campuran.