JAKARTA, Cobisnis.com – Arab Saudi menjadi salah satu negara di dunia yang tidak memiliki sungai alami permanen. Kondisi ini bukan disebabkan oleh faktor kebijakan, melainkan murni akibat karakter geografis dan iklim yang mendominasi wilayah negara tersebut.
Sebagian besar wilayah Arab Saudi berada di zona gurun dengan curah hujan yang sangat rendah. Dalam setahun, rata-rata hujan turun di bawah 100 milimeter, jauh dari jumlah ideal untuk membentuk aliran sungai yang stabil.
Suhu udara yang tinggi juga memperparah kondisi tersebut. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah cenderung cepat menguap sebelum sempat mengalir dan terkumpul menjadi sungai alami.
Dari sisi geologi, struktur tanah Arab Saudi bersifat kering dan berpori. Air hujan lebih banyak meresap ke dalam tanah dibanding mengalir di permukaan, sehingga sulit membentuk sistem sungai permanen.
Arab Saudi juga tidak memiliki pegunungan tinggi bersalju. Di banyak negara, sungai besar berasal dari lelehan salju atau hujan pegunungan, sumber air yang tidak dimiliki wilayah ini.
Meski tidak memiliki sungai, Arab Saudi tetap mengenal wadi, yaitu aliran air musiman. Wadi hanya muncul saat hujan deras dan akan mengering kembali dalam waktu singkat.
Kondisi tanpa sungai membuat pengelolaan air menjadi isu strategis. Arab Saudi mengandalkan air tanah fosil yang tersimpan ribuan tahun serta teknologi desalinasi air laut.
Saat ini, Arab Saudi tercatat sebagai salah satu negara dengan kapasitas desalinasi terbesar di dunia. Teknologi ini menyuplai kebutuhan air domestik, industri, hingga sektor perkotaan.
Namun, ketergantungan pada desalinasi membutuhkan biaya tinggi dan konsumsi energi besar. Hal ini mendorong pemerintah Arab Saudi terus berinvestasi dalam efisiensi energi dan sumber daya air berkelanjutan.
Kondisi geografis tersebut menunjukkan bahwa tantangan alam dapat membentuk kebijakan ekonomi dan pembangunan suatu negara. Dalam konteks Arab Saudi, ketiadaan sungai justru memicu inovasi teknologi pengelolaan air skala besar.














