JAKARTA, Cobisnis.com – Seleksi petugas haji 2026 kembali dibuka dan langsung mendapat antusias tinggi dari masyarakat. Setiap tahun puluhan ribu orang bersaing memperebutkan sekitar empat ribuan kursi petugas, karena selain menjalankan tugas, mereka juga berpeluang menunaikan ibadah haji.
Di balik tingginya minat itu, muncul kembali perbincangan lama soal tudingan sebagian petugas yang dinilai lebih fokus pada ibadah pribadi ketimbang melayani jemaah. Kritik ini sempat ramai pada 2023, terutama saat banyak jemaah lansia membutuhkan pendampingan lebih intensif.
Pengalaman musim haji 2023 menjadi rujukan penting. Petugas dari berbagai sektor dibekali pelatihan teknis dan nonteknis, mulai dari penanganan jemaah tersesat, prosedur darurat kesehatan, hingga tata cara mengawal jemaah dengan mobilitas terbatas.
Dalam pembekalan waktu itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menegaskan bahwa petugas haji adalah pelayan tamu Allah. Karena itu, niat harus lurus dan fokus utama adalah jemaah, bukan aktivitas pribadi meski ada banyak kesempatan beribadah di Tanah Suci.
Jumlah jemaah lansia pada 2023 mencapai 67 ribu orang, membuat beban layanan meningkat signifikan. Petugas harus memapah, menuntun, bahkan membantu membersihkan jemaah yang tidak mampu mandiri. Situasi ini menuntut kesabaran dan komitmen tinggi dari seluruh tim.
Banyak petugas mengakui bahwa pelayanan lansia menjadi momen paling menyentuh. Mereka diminta memperlakukan jemaah seperti orang tua sendiri, sebuah prinsip yang kemudian menjadi acuan perilaku selama musim haji berlangsung.
Di tengah tugas yang melelahkan itu, sebagian petugas mengingat kisah Uwais Al Qarni. Kisah seorang pemuda yang menggendong ibunya dari Yaman ke Tanah Suci untuk berhaji, dan dikenal karena baktinya meski tidak terkenal di bumi. Spirit itu menjadi penguat bagi petugas dalam menjalankan amanah.
Pesan serupa juga disampaikan oleh para pembimbing, termasuk nasihat yang diterima Habib Husein Jafar yang saat itu bertugas sebagai tim monitoring. Ia diingatkan bahwa niat utama bukan pergi berhaji, tetapi melayani jemaah yang lebih membutuhkan.
Karena itu, meski para petugas memiliki kesempatan umrah sunnah atau beribadah di Masjidil Haram, banyak yang menomorduakan agenda pribadi dan memilih fokus membantu jemaah. Sikap ini dianggap sebagai bentuk profesionalisme sekaligus ibadah.
Pada puncak haji, seluruh petugas baru akhirnya bisa melaksanakan wukuf secara penuh. Mereka tetap menjalankan tugas sambil memastikan jemaah dalam kondisi aman dan terlayani. Spirit pelayanan ini menjadi contoh bahwa tugas petugas haji bukan hanya teknis, tetapi juga nilai moral.














