JAKARTA, Cobisnis.com – Perbandingan harga antara gandum dan beras kembali menjadi sorotan karena tren konsumsi global menunjukkan perbedaan pola makan yang cukup signifikan antara negara-negara Asia dan Barat. Produksi gandum yang lebih masif membuat komoditas ini cenderung lebih murah dan stabil dibandingkan beras.
Di pasar global, harga gandum mampu ditekan karena negara penghasilnya tersebar luas, mulai dari Amerika Serikat, Kanada, Australia, hingga Rusia. Keberagaman produsen membuat pasokan lebih aman dan tidak terlalu rentan terhadap gangguan regional. Kondisi ini berbeda dengan beras yang mayoritas diproduksi di Asia dan membutuhkan proses budidaya yang lebih intensif.
Beras dikenal memerlukan lahan sawah, suplai air melimpah, dan tenaga kerja lebih tinggi. Alhasil, biaya produksinya ikut meningkat dan memengaruhi harga di pasar internasional. Hal ini membuat beras memiliki tingkat sensitifitas yang lebih besar terhadap perubahan iklim maupun gangguan logistik.
Sementara itu, gandum dapat dibudidayakan pada lahan luas dengan iklim dingin hingga sedang, sesuatu yang menjadi karakteristik banyak negara Barat. Kemudahan budidaya ini membantu menjaga biaya produksi tetap kompetitif dan membuat produk turunannya lebih terjangkau bagi masyarakat.
Pola konsumsi negara Barat pun terbentuk karena ketersediaan gandum yang melimpah sejak ratusan tahun lalu. Roti, pasta, dan berbagai produk berbasis tepung gandum menjadi makanan pokok yang mengisi kebutuhan karbohidrat harian mereka.
Di sisi industri, produk berbasis gandum mendominasi pasar makanan global. Roti, pizza, kue, hingga makanan cepat saji menjadikan gandum sebagai komoditas unggulan yang terus diproduksi dalam skala besar. Dominasi industri ini turut memperkuat kebiasaan makan yang berbeda dibandingkan negara-negara Asia.
Sebaliknya, beras tetap menjadi makanan utama di Asia karena faktor budaya, sejarah, dan ketersediaan lokal. Meskipun harganya relatif lebih tinggi di pasar global, konsumsi beras tetap stabil karena menjadi bagian dari identitas kuliner masyarakat Asia.
Harga gandum yang lebih murah juga menjadikannya pilihan utama bagi negara dengan tingkat konsumsi tepung tinggi. Selain ekonomis, olahan gandum dinilai lebih praktis, dapat disimpan lama, dan mudah diolah menjadi berbagai jenis makanan.
Tren ini ikut mempengaruhi perdagangan global. Negara-negara Asia tetap mengandalkan impor gandum untuk produk bakery dan industri makanan, sementara negara Barat sangat sedikit mengonsumsi beras sebagai makanan pokok.
Perbandingan harga antara kedua komoditas ini juga membuka diskusi terkait ketahanan pangan global. Diversifikasi bahan makanan menjadi isu penting, terutama ketika perubahan iklim mulai berdampak pada pola produksi komoditas pertanian utama.
Dengan dinamika pasar yang terus berubah, baik gandum maupun beras masih akan memegang peran penting dalam sistem pangan internasional. Namun perbedaan harga dan budaya tampaknya akan tetap membuat keduanya berada di segmennya masing-masing sebagai sumber karbohidrat utama.














