JAKARTA, Cobisnis.com – Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) periode 2011–2016, Nurhadi, dengan kasus pencucian uang senilai Rp308,1 miliar serta dugaan gratifikasi Rp137,16 miliar. Dakwaan ini menempatkan kembali nama Nurhadi dalam sorotan publik karena besarnya nilai transaksi yang dianggap tidak wajar.
Jaksa menjelaskan bahwa dana tersebut diduga ditempatkan pada rekening atas nama orang lain. Cara ini disebut sebagai upaya menyamarkan asal-usul uang hasil korupsi yang mengalir dari pihak-pihak berperkara di lingkungan peradilan.
Dalam uraian dakwaan, jaksa memaparkan bahwa dana tersebut dipakai untuk membeli berbagai aset bernilai tinggi. Mulai dari tanah, bangunan, apartemen, hingga kendaraan mewah dan alat berat yang tersebar di beberapa daerah.
Sebagian dana yang ditelusuri, sekitar Rp138,54 miliar, disebut digunakan untuk membeli lahan perkebunan di Sumatera Utara. Selain itu, jaksa juga mencatat adanya pembelian properti di Jakarta dan Sidoarjo yang dikaitkan dengan praktik pencucian uang tersebut.
Tak hanya itu, jaksa menyebut ada pembelian vila di Bogor yang ikut masuk dalam rangkaian transaksi mencurigakan. Aset-aset ini dinilai tidak sejalan dengan profil gaji resmi seorang pejabat struktural di lembaga peradilan.
Nurhadi juga didakwa membeli kendaraan senilai Rp6,22 miliar. Di antara daftar kendaraan itu terdapat Mercedes Benz Microbus dan ekskavator Hitachi, yang dianggap tidak sesuai dengan kekuatan finansial sah yang dimilikinya.
Jaksa menegaskan gratifikasi Rp137,16 miliar yang diterima Nurhadi berasal dari pihak yang memiliki perkara di pengadilan. Relasi ini mempertegas dugaan adanya penyalahgunaan jabatan yang berkaitan dengan pemberian fasilitas hukum.
Besarnya harta yang dimiliki dinilai tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah jika dibandingkan dengan penghasilannya. Ketidakwajaran ini menjadi dasar utama dakwaan pencucian uang dan gratifikasi yang diajukan kepada majelis hakim.
Kasus Nurhadi kembali mencerminkan tantangan besar dunia peradilan dalam menjaga integritas lembaga. Publik menilai proses hukum terhadap mantan pejabat tinggi MA ini sebagai momentum untuk memperkuat tata kelola dan pengawasan.
KPK menyatakan bahwa proses persidangan akan terus dikawal sebagai bagian dari upaya memastikan akuntabilitas di sektor hukum. Lembaga antirasuah menegaskan komitmennya memerangi praktik korupsi, khususnya yang melibatkan pejabat strategis di institusi negara.














