NUSA DUA, Cobisnis.com – Indonesia masih menjadi negara dengan kebun kelapa sawit terbesar di dunia, dengan total luas mencapai 16,38 juta hektare. Namun, di balik capaian tersebut, produktivitas sawit nasional masih tergolong rendah dan menjadi tantangan utama yang kini tengah dihadapi pemerintah.
Direktur Perkebunan Kelapa Sawit dan Palma Kementerian Pertanian, Baginda Siagian, mengungkapkan bahwa produktivitas kebun sawit Indonesia saat ini baru mencapai sekitar 3,5 ton TBS per hektare, jauh tertinggal dari Malaysia yang produktivitasnya lebih tinggi.
“Produksi CPO tahun 2025 sudah mencapai 48 juta ton, namun pemerintah menargetkan bisa meningkat hingga 51 juta ton,” ujar Baginda di gelaran IPOC 2025 yang diselenggarakan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kamis (13/11/2025).
Menurutnya, perkebunan milik negara masih menjadi yang paling produktif, dengan capaian 4,4 ton TBS per hektare, disusul perkebunan swasta 3,7 ton, dan perkebunan rakyat 3,2 ton per hektare.
Selain menjadi komoditas strategis, sektor sawit juga merupakan penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia, dengan 9,7 juta pekerja langsung dan 7–8 juta pekerja tidak langsung. Tak hanya itu, industri sawit turut menyumbang 3,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Namun, jika produktivitas sawit tidak segera ditingkatkan, produksi CPO nasional dikhawatirkan stagnan. Dengan skenario business as usual, produksi CPO pada 2029 diperkirakan hanya 52 juta ton, dan pada 2045 hanya mencapai sekitar 60 juta ton.
Padahal, kebutuhan minyak sawit dalam negeri terus meningkat, yang pada 2045 diproyeksikan mencapai 41 juta ton seiring dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan industri nasional.
“Kalau produktivitas tidak naik, ekspor pasti terdampak karena volume CPO akan lebih banyak diserap untuk kebutuhan dalam negeri,” jelas Baginda.
Ia menambahkan, rendahnya produktivitas sawit dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain penggunaan benih tidak bersertifikat, penerapan praktik pertanian yang belum optimal (Good Agricultural Practices/GAP), serangan hama ganoderma, serta banyaknya tanaman tua yang butuh peremajaan.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Kementerian Pertanian bekerja sama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam mendorong peningkatan produksi sawit yang berkelanjutan.
Beberapa langkah yang ditempuh antara lain penerapan sertifikasi ISPO, pengembangan sumber daya manusia (SDM), peningkatan sarana dan prasarana, serta penguatan riset dan inovasi.
“Sejauh ini kami telah memberikan beasiswa kepada 10.680 mahasiswa, melakukan pelatihan bagi 22.970 orang, dan mendukung 3.879 riset di bidang sawit. Selain itu, telah disalurkan 159 paket bantuan sarana dan prasarana untuk mendukung produktivitas petani,” jelasnya.
Baginda menegaskan, tanpa percepatan program peremajaan dan inovasi teknologi, produksi sawit nasional akan terus menurun hingga 2045. Karena itu, peningkatan produktivitas menjadi prioritas utama pemerintah agar sawit tetap menjadi penopang perekonomian nasional, penyedia lapangan kerja, dan sumber ketahanan pangan serta energi Indonesia.
“Sawit harus tetap menjadi komoditas strategis yang membawa kesejahteraan rakyat dan menjaga daya saing ekonomi nasional,” tegas Baginda.














