NUSA DUA, Cobisnis.com – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono membuka 21st Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) dan 2026 Price Outlook dengan optimisme tinggi terhadap masa depan industri sawit nasional.
Dalam pidatonya, Eddy Martono menegaskan bahwa sawit bukan sekadar komoditas, melainkan pondasi utama surplus perdagangan Indonesia.
“Sebagai penggerak devisa utama negara, industri sawit telah membuktikan daya tahannya dan terus menjadi penopang ekonomi nasional,” ujar Eddy Martono di hadapan ratusan peserta konferensi IPOC 2025, Kamis (13/11/2025).
Eddy Martono menyebut, hingga September 2025, produksi minyak sawit Indonesia mencapai 43 juta ton, meningkat 11% dibandingkan tahun sebelumnya.
Ekspor termasuk CPO, oleokimia dan biodiesel, juga naik 13,4% menjadi lebih dari 25 juta ton, menghasilkan devisa senilai USD 27,3 miliar atau melonjak 40% dibanding tahun lalu.
Sementara konsumsi domestik tercatat 18,5 juta ton, sedikit lebih tinggi dari 17,6 juta ton pada 2024.
Namun, Eddy mengingatkan bahwa di balik capaian tersebut, produktivitas kebun rakyat dan perkebunan tua yang belum diremajakan menjadi tantangan utama. Ia menyerukan adanya “gerakan nasional replanting” untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan industri sawit.
“Kita tidak bisa menyalakan masa depan dengan mesin masa lalu. Peremajaan dan inovasi adalah kunci,” tegasnya.
Mengusung tema “Navigating Complexity, Driving Growth: Governance, Biofuel Policy and Global Trade”, konferensi tahun ini menyoroti tiga medan penting yakni perdagangan global, tata kelola dan kebijakan biofuel.
Eddy menyoroti peluang besar dari Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia – Uni Eropa (IEU-CEPA) yang membuka akses pasar lebih luas, namun di sisi lain juga menghadirkan tantangan melalui regulasi EU Deforestation Regulation (EUDR).
“Kita tidak hanya harus mematuhi aturan baru, tetapi juga membuktikan bahwa standar keberlanjutan kita (ISPO) bisa menjadi acuan dunia. Ini bukan sekadar kepatuhan, tapi soal kedaulatan dan kebanggaan,” katanya.
Eddy Martono juga menegaskan bahwa kebijakan biofuel seperti B35 dan B40 merupakan “mahakarya tata kelola nasional” yang mampu memperkuat permintaan domestik, menurunkan emisi, dan meningkatkan kesejahteraan petani.
“Kebijakan biofuel telah membentuk pondasi permintaan yang stabil dan berkontribusi besar pada ekonomi hijau Indonesia,” tambahnya.
Sebagai bentuk apresiasi terhadap petani, GAPKI mengumumkan pemenang kompetisi koperasi petani sawit paling produktif tahun ini, yakni koperasi asal Kutai Timur, Kalimantan Timur, dengan produktivitas 37,4 ton TBS per hektare melampaui rata-rata nasional.
Selain itu, IPOC 2025 juga menyoroti inovasi generasi muda melalui “National Palm Oil Hackathon 2025”, yang diikuti 139 tim mahasiswa dari 35 universitas.
Tim BiFlow dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya keluar sebagai juara dengan inovasi “RAPIDS”, teknologi machine learning dan radar non-invasif untuk deteksi dini penyakit Ganoderma Boninense di kelapa sawit.
GAPKI juga meluncurkan inisiatif Elaeidobius Consortium, bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, BPDPKS, PPKS, PIPPSI, dan TARI (Tanzania Agricultural Research Institute) untuk meningkatkan efisiensi penyerbukan alami melalui introduksi tiga spesies serangga penyerbuk.
“Kami optimistis kolaborasi ini akan mendorong produktivitas sawit Indonesia ke level baru yang lebih berkelanjutan,” ungkap Eddy.
Mengakhiri pidatonya, Eddy menyampaikan apresiasi kepada seluruh panitia, sponsor, dan peserta IPOC yang telah berkontribusi dalam menjadikan konferensi ini forum global paling bergengsi bagi industri sawit dunia.
“Mari kita jadikan tantangan hari ini sebagai peluang untuk masa depan yang lebih makmur dan berkelanjutan,” tutupnya.














