Cobisnis.com – Kementerian Keuangan (kemenkeu) mengungkapkan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 diprediksi akan anjlok minus 4,3%.
“Jadi ini belum ada data resmi untuk kuartal II. Tapi kami sudah tahu pasti akan negatif,” kata Kepala BKF Febrio Kacaribu, seperti dilansir Okezone, pada Senin (20/7/2020). Jika prediksi Kemenkeu ini benar maka pada kuartal II-2020 ekonomi Indonesia akan anjlok, karena pada kuartal II-2019, ekonomi Indonesia masih berada di angka 5,05%.
“Jadi, prediksi pertumbuhan minus 4,3% ini juga di bawah kondisi pada kuartal I-2020. Pada saat itu, negara lain sudah tumbuh negatif, Indonesia masih bisa tumbuh 2,97%,” imbuh Febrio.
Sri Mulyani sebelumnya merevisi kembali proyeksi angka pertumbuhan ekonomi nasional. Ekonomi Indonesia di kuartal II-2020 diprediksi menjadi minus 4,3% di kuartal II-2020. Ditambahkan menkeu, angka ini lebih dalam dari proyeksi awal yang sebesar minus 3,8%. Adapun pertumbuhan ekonomi pada kuartal II tahun ini berada di antara minus 3,5% sampai minus 5,1% dengan titik terdalam yang paling baru di level minus 4,3%.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga kebijakan di tengah kontraksi perekonomian global yang berlanjut dan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2020 yang diperkirakan mengalami kontraksi, meskipun pada Juni 2020 mulai membaik.
Berdasarkan asesmen perekonomian terkini, Bank Indonesia pada 15-16 Juli 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75%.
“Keputusan tersebut konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga dan sebagai langkah lanjutan untuk mendorong pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19. Kemudian kontraksi perekonomian global berlanjut dan pemulihan ekonomi dunia lebih lama dari prakiraan sebelumnya,” tulis Direktur Eksekutif Komunikasi BI, Onny Widjanarko melalui keterangan tertulis BI, Senin (20/7/2020).
Perkembangan ini, ditambahkan Onny, menyebabkan efektivitas berbagai stimulus kebijakan yang ditempuh dalam mendorong pemulihan ekonomi di banyak negara menjadi terbatas. “Sejalan dengan permintaan global yang lebih lemah tersebut, volume perdagangan dan harga komoditas dunia juga lebih rendah dari perkiraan semula dan menurunkan tekanan inflasi global,” tambahnya.