JAKARTA, Cobisnis.com – Puluhan jurnalis yang biasa meliput aktivitas Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon) meninggalkan kantor mereka dan mengembalikan tanda pengenal pada Rabu, setelah kebijakan baru yang membatasi akses pers mulai diberlakukan.
Departemen Pertahanan AS sebelumnya memberi batas waktu hingga Selasa bagi media untuk menandatangani kebijakan akses baru atau kehilangan izin peliputan dan ruang kerja mereka di Pentagon.
Setidaknya 30 organisasi media, termasuk Reuters, menolak menandatangani kebijakan tersebut karena dinilai mengancam kebebasan pers serta menghambat kerja jurnalistik independen terhadap lembaga militer paling kuat di dunia.
Dalam kebijakan baru itu, jurnalis diminta untuk mengakui aturan yang memungkinkan mereka dicap sebagai “risiko keamanan” dan dapat dicabut aksesnya jika meminta karyawan Pentagon untuk membocorkan informasi rahasia maupun informasi tidak rahasia tertentu.
Asosiasi Pers Pentagon, yang mewakili lebih dari 100 organisasi media termasuk Reuters, menyebut kebijakan ini sebagai “hari kelam bagi kebebasan pers” dan menilai hal ini menandakan melemahnya komitmen Amerika Serikat terhadap transparansi, akuntabilitas publik, dan kebebasan berbicara.
Juru bicara utama Pentagon, Sean Parnell, menyatakan bahwa kebijakan tersebut hanya meminta pengakuan, bukan persetujuan. Ia menambahkan bahwa pihaknya tetap pada keputusan karena dianggap demi keamanan nasional dan kepentingan pasukan AS.
Sementara itu, suasana ruang pers di Pentagon digambarkan sepi saat para jurnalis mengemas perlengkapan mereka, mulai dari perabot, server komputer, hingga material peredam suara studio.
“Saya belum pernah melihat tempat itu tidak seramai biasanya,” kata JJ Green, koresponden keamanan nasional di stasiun radio WTOP, yang telah bekerja di bidang ini selama 20 tahun.
Meski demikian, sejumlah jurnalis menegaskan pembatasan baru ini tidak akan menghentikan mereka dalam meliput isu militer AS. “Ironisnya, kami tidak membicarakan informasi rahasia di lorong Pentagon, tapi lewat aplikasi terenkripsi seperti Signal,” ujar salah satu anggota Asosiasi Pers Pentagon yang enggan disebut namanya.
Kebijakan ini menjadi perluasan terbaru dari pembatasan akses pers di bawah Menteri Pertahanan Pete Hegseth, mantan pembawa acara Fox News. Ironisnya, Fox News juga menjadi salah satu media yang menolak menandatangani aturan baru tersebut.













