JAKARTA, Cobisnis.com – Perdana Menteri Prancis yang baru mundur, Sebastien Lecornu, memulai pembicaraan intensif selama dua hari pada Selasa dengan anggota dari berbagai partai politik, sehari setelah pengunduran dirinya yang mengejutkan. Langkah ini dilakukan untuk mencari jalan keluar dari krisis politik yang melanda Prancis.
Lecornu mengajukan pengunduran dirinya beserta kabinetnya pada Senin pagi, setelah pemerintahan barunya yang diumumkan Minggu malam ditolak oleh baik sekutu maupun oposisi. Kabinet itu menjadi pemerintahan dengan masa jabatan tersingkat dalam sejarah modern Prancis.
Presiden Emmanuel Macron menugaskan Lecornu untuk memimpin pembicaraan tersebut dengan batas waktu hingga Rabu malam. Namun, banyak politisi mengaku bingung dengan langkah Macron, menyebut upaya itu hanya cara untuk membeli waktu di tengah kebuntuan hampir sebulan setelah penunjukan Lecornu.
“Seperti banyak rakyat Prancis, saya sudah tidak memahami keputusan presiden lagi,” ujar Gabriel Attal, mantan perdana menteri dan anggota parlemen dari kubu tengah.
Lecornu dijadwalkan bertemu dengan beberapa tokoh dari partai konservatif Les Republicains (LR) dan partai tengah Renaissance, termasuk Ketua Senat Gerard Larcher dan Ketua Majelis Nasional Yael Braun-Pivet.
Krisis politik ini, yang disebut sebagai yang terdalam sejak berdirinya Republik Kelima pada 1958, berawal dari pemilihan parlemen kilat yang diumumkan Macron tahun lalu setelah partai sayap kanan ekstrem meraih kemenangan besar di pemilihan Parlemen Eropa. Hasilnya, parlemen kini terpecah tanpa mayoritas yang jelas, membuat pemerintahan sulit berjalan.
Macron menghadapi pilihan terbatas menunjuk perdana menteri baru, termasuk kemungkinan dari kubu kiri seperti yang didorong Partai Sosialis, atau bahkan menugaskan kembali Lecornu. Namun Macron sejauh ini menolak menyerahkan jabatan atau membubarkan parlemen, meskipun tekanan politik semakin kuat.
Ketua asosiasi pengusaha Prancis (Medef), Patrick Martin, mengatakan kepada radio Franceinfo bahwa krisis politik ini “menambah kekhawatiran yang sudah ada di kalangan dunia usaha.”














