JAKARTA, Cobisnis.com – Krisis ekonomi di satu negara bisa menyebar dan memengaruhi negara lain melalui jalur perdagangan, investasi, dan pasar keuangan internasional. Fenomena ini dikenal sebagai efek domino ekonomi.
Ketergantungan negara-negara terhadap perdagangan internasional membuat masalah di satu negara cepat terasa di negara lain. Penurunan konsumsi di negara terdampak langsung mengurangi ekspor negara mitra.
Aliran modal internasional turut memicu efek domino. Investor global sering menarik dana dari negara yang terkena krisis untuk mengurangi risiko, sehingga negara lain yang memiliki keterkaitan finansial ikut terdampak.
Pasar keuangan global saling terhubung. Saham, obligasi, dan mata uang mengalami fluktuasi akibat krisis di satu negara, menyebabkan volatilitas meningkat di berbagai negara sekaligus.
Krisis dapat melemahkan mata uang lokal, sehingga negara lain yang melakukan perdagangan atau memiliki utang dalam mata uang tersebut ikut merasakan tekanan. Nilai tukar yang melemah berdampak pada inflasi dan daya beli.
Bank sentral dan pemerintah di negara lain biasanya harus menyesuaikan kebijakan suku bunga, cadangan devisa, atau stimulus ekonomi untuk menahan efek domino agar tidak meluas ke sektor riil.
Contoh historis menunjukkan dampak nyata. Krisis keuangan Asia 1997–1998 bermula di Thailand, kemudian menyebar ke Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, dan negara-negara lain.
Krisis Subprime Amerika Serikat 2008 juga memicu resesi global. Keterkaitan bank dan pasar finansial internasional membuat negara-negara Eropa, Asia, dan Amerika Latin terdampak signifikan.
Dampak ekonomi nyata meliputi penurunan ekspor, berkurangnya investasi asing, inflasi meningkat, dan pertumbuhan ekonomi melambat di banyak negara sekaligus.
Negara yang memiliki ekonomi stabil dan diversifikasi perdagangan lebih tahan terhadap efek domino. Cadangan devisa, kebijakan fiskal, dan stabilitas politik menjadi penopang utama ketahanan ekonomi.














