JAKARTA, Cobisnis.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan bahwa proses penetapan dan penahanan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat di Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2019–2022 membutuhkan waktu yang cukup panjang karena kompleksitas kasusnya.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan bahwa para penerima dana hibah tersebar hampir di seluruh wilayah Jatim, sehingga proses verifikasi dan pemeriksaan harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti.
“Kami harus melakukan pemeriksaan satu per satu terhadap penerima dana pokok pikiran,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis (2/10/2025) malam.
Sebelumnya, KPK menyebut bahwa aliran dana hibah ini melibatkan setidaknya delapan kabupaten di Jawa Timur. Selain memeriksa penerima, KPK juga harus menghitung berapa besar dana yang benar-benar dimanfaatkan untuk keperluan masyarakat dan berapa yang diselewengkan oleh para pelaku.
“Contohnya untuk proyek pembangunan jalan, kami perlu tahu berapa nilai dana yang benar-benar digunakan dari total anggaran yang seharusnya,” jelasnya.
Pada Kamis malam (2/10), KPK secara resmi menetapkan 21 orang sebagai tersangka dalam kasus ini.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan terhadap Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019–2024, Sahat Tua Simanjuntak, pada Desember 2022, yang kemudian membuka jalan bagi penyelidikan lebih lanjut.
Dalam perkembangan terbaru, KPK menetapkan Ketua DPRD Jatim 2019–2024, Kusnadi, beserta dua Wakil Ketua DPRD lainnya, Anwar Sadad dan Achmad Iskandar, serta staf Anwar, Bagus Wahyudiono, sebagai tersangka penerima suap.
Sementara itu, 17 individu lainnya ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap, termasuk:
Anggota DPRD Jatim 2019–2024, Mahfud,
Wakil Ketua DPRD Sampang, Fauzan Adima,
Wakil Ketua DPRD Probolinggo, Jon Junaidi,
Tiga pengusaha asal Sampang: Ahmad Heriyadi, Ahmad Affandy, dan Abdul Motollib.
Selain itu, Moch. Mahrus (pengusaha Probolinggo yang kini menjadi anggota DPRD Jatim 2024–2029), A. Royan dan Wawan Kristiawan dari Tulungagung, serta mantan kepala desa Sukar juga terlibat.
Tersangka lain berasal dari berbagai daerah, seperti:
Ra Wahid Ruslan dan Mashudi (Bangkalan),
M. Fathullah dan Achmad Yahya (Pasuruan),
Ahmad Jailani (Sumenep),
Jodi Pradana Putra (Blitar), dan
Hasanuddin (Gresik, juga anggota DPRD Jatim 2024–2029).














