JAKARTA, Cobisnis.com – Bank Indonesia mencatat arus keluar modal asing dari pasar keuangan domestik mencapai Rp 8,2 triliun pada pekan ketiga September 2025. Pergerakan ini mencerminkan adanya penyesuaian aliran dana global, seiring ketidakpastian pasar dan volatilitas nilai tukar.
BI menjelaskan bahwa sebagian besar dana asing keluar dari instrumen surat berharga negara (SBN) dan pasar saham. Hal ini menunjukkan investor global mulai mengurangi eksposur terhadap aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kondisi ini terjadi di tengah keputusan The Fed menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,00–4,25 persen. Meski dolar AS melemah, investor memilih mengalihkan portofolio untuk menekan risiko di pasar global.
Pelemahan sentimen juga tercermin pada pergerakan rupiah yang sempat tertekan terhadap dolar AS. BI menekankan akan terus melakukan intervensi terukur di pasar valas guna menjaga kestabilan nilai tukar.
Arus keluar Rp 8,2 triliun ini bukan hanya mencerminkan dampak global, tetapi juga sensitivitas investor asing terhadap dinamika domestik. Kewaspadaan terhadap perlambatan ekonomi dunia menjadi faktor pendorong utama aksi jual.
Di sisi lain, BI menegaskan fundamental ekonomi Indonesia tetap solid. Inflasi terkendali, pertumbuhan konsumsi domestik stabil, serta cadangan devisa yang cukup tinggi memberi ruang bagi otoritas untuk meredam gejolak.
Pemerintah pun menegaskan bahwa kebijakan fiskal akan diarahkan menjaga belanja produktif. Langkah ini diharapkan mampu mempertahankan daya tarik pasar Indonesia di mata investor asing.
Pelaku pasar menilai arus keluar modal asing dalam jumlah besar bisa menekan likuiditas jangka pendek. Namun, efeknya dapat mereda bila stabilitas makroekonomi terus dijaga dengan konsisten.
Meskipun terjadi capital outflow, minat investor asing terhadap obligasi Indonesia berjangka panjang masih tercatat cukup baik. Hal ini menunjukkan kepercayaan terhadap prospek jangka panjang ekonomi domestik tetap terjaga.
BI akan terus mengedepankan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas pasar. Sinergi dengan pemerintah juga dipertegas agar risiko eksternal dapat dikelola lebih efektif.














