JAKARTA, COBISNIS.COM – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan tetap dilaksanakan pada 1 Januari 2025. Keputusan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mengatur kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen. Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Rabu, 12 November 2024, Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah telah membahas rencana ini bersama anggota Komisi XI dan perlu mempersiapkan implementasinya.
Sri Mulyani menekankan pentingnya memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait kenaikan PPN ini, agar masyarakat memahami alasan di balik kebijakan tersebut. Ia mengungkapkan bahwa kebijakan kenaikan PPN tidak dibuat tanpa pertimbangan yang matang. Menurutnya, kenaikan tarif ini diperlukan demi menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa kenaikan PPN bertujuan untuk mempertahankan APBN yang sehat serta fleksibel dalam menghadapi krisis keuangan global. Dengan demikian, meskipun kebijakan ini dapat memengaruhi daya beli, APBN tetap harus mampu menjalankan fungsinya dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani menyebutkan bahwa pembahasan mengenai kenaikan tarif PPN bersama Komisi XI DPR RI berlangsung dengan berbagai perdebatan. Salah satu kekhawatiran yang disampaikan adalah dampaknya terhadap daya beli masyarakat yang saat ini mengalami tekanan. Namun, dia menekankan bahwa kebijakan fiskal yang bersifat counter-cyclical perlu dijaga untuk mendukung ekonomi.
Selain ketentuan kenaikan menjadi 12 persen, UU HPP juga mengatur fleksibilitas tarif PPN yang bisa diubah dalam rentang 5 persen hingga 15 persen. Dengan demikian, tarif PPN dapat disesuaikan sesuai situasi ekonomi nasional di masa mendatang.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, juga menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN akan berlaku mulai 2025. Airlangga menjelaskan bahwa ketentuan ini telah ditetapkan dalam UU HPP sehingga rencana kenaikan tarif tidak dapat diubah kecuali dengan dasar hukum baru.
Airlangga menambahkan bahwa pemerintah memiliki opsi untuk menunda kenaikan tarif tersebut jika situasi ekonomi tidak memungkinkan. Penundaan ini memerlukan penerbitan peraturan pemerintah dan pembahasan bersama DPR, yang nantinya akan dirumuskan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).
Pertimbangan utama penundaan kenaikan tarif ini adalah perkembangan ekonomi masyarakat dan kebutuhan dana pemerintah. Namun, Airlangga menyebutkan bahwa hingga saat ini belum ada diskusi lebih lanjut mengenai kemungkinan penundaan penerapan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen.
Dalam keterangannya, Airlangga menegaskan bahwa kebijakan kenaikan tarif PPN akan tetap berlaku kecuali terdapat dasar hukum atau situasi tertentu yang mengharuskan penundaan.