JAKARTA, COBISNIS.COM – Pengadilan Niaga Semarang telah resmi menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), raksasa tekstil di Asia Tenggara, dalam kondisi pailit. Perusahaan yang tengah dilanda masalah keuangan serius ini mencatat utang sebesar 1,597 miliar dolar AS, setara dengan sekitar Rp 25 triliun (kurs Rp 15.600). Namun, Sritex masih memiliki peluang untuk menyelamatkan diri melalui upaya kasasi terhadap putusan pengadilan tersebut. Manajemen mengungkapkan bahwa hingga kini operasional perusahaan berjalan normal tanpa adanya rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi karyawan. Jika status pailit tersebut benar-benar final, aset perusahaan diperkirakan akan dijual untuk memenuhi kewajiban utang.
Sebelumnya, perusahaan berbasis di Sukoharjo ini digugat pailit oleh salah satu vendornya, PT Indo Bharta Rayon, terkait utang yang belum terbayarkan. Indo Bharta Rayon mengajukan gugatan ini karena Sritex, bersama sejumlah afiliasinya seperti PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, dinilai lalai memenuhi kewajiban pembayaran.
Aset Terjun Bebas dan Kerugian Beruntun
Selama empat tahun terakhir, Sritex tercatat mengalami kerugian besar secara beruntun. Pada paruh pertama tahun 2024, perusahaan ini melaporkan kerugian sebesar 25,73 juta dolar AS atau sekitar Rp 402,66 miliar dalam laporan keuangan interim per 30 Juni 2024 yang diterbitkan di situs resminya. Berdasarkan Laporan Tahunan 2023-2022, kerugian besar telah dimulai sejak tahun 2021, saat pandemi COVID-19 mencapai puncaknya. Pada 2023, Sritex menderita kerugian 173,8 juta dolar AS, sementara di 2022 kerugian mencapai 391,56 juta dolar AS. Pada 2021, kerugian perusahaan bahkan melonjak hingga 1,06 miliar dolar AS. Padahal, pada 2020 Sritex masih mencatatkan laba sebesar 82,98 juta dolar AS. Kerugian berturut-turut selama empat tahun ini jelas berdampak besar terhadap aset perusahaan.
Aset Sritex mengalami penurunan signifikan setiap tahunnya. Pada Juni 2024, aset perusahaan tercatat sebesar 617 juta dolar AS, turun dari 648 juta dolar AS di 2023. Pada 2022, asetnya berada di angka 764,55 juta dolar AS, sementara pada 2021, aset Sritex masih berada di atas 1 miliar dolar AS. Jika melihat lebih jauh ke 2020, aset Sritex bahkan masih berada pada angka 1,85 miliar dolar AS. Artinya, dalam dua tahun, aset perusahaan ini telah turun lebih dari setengahnya.
Beban Utang yang Menjulang
Utang yang membebani Sritex sangat besar jika dibandingkan dengan jumlah asetnya. Saat ini, Sritex menanggung utang sebesar 1,597 miliar dolar AS, sementara total asetnya hanya 617,33 juta dolar AS, atau sekitar Rp 9,65 triliun. Dengan demikian, meskipun seluruh aset perusahaan dijual, hasilnya tetap tidak cukup untuk melunasi total utangnya. Dari total utang tersebut, 131,41 juta dolar AS berupa utang jangka pendek, sementara 1,46 miliar dolar AS adalah utang jangka panjang. Utang jangka panjang ini mayoritas berasal dari pinjaman bank yang mencapai 809,99 juta dolar AS, diikuti dengan utang obligasi sebesar 375 juta dolar AS.