JAKARTA, COBISNIS.COM – Krisis baja di China diprediksi dapat meningkatkan risiko Indonesia menjadi target ‘pembuangan’ baja yang tidak terserap dari negara tersebut. Berdasarkan laporan Bloomberg, pada semester pertama tahun ini, hampir tiga perempat produsen baja di China mengalami kerugian dan kebangkrutan. Beberapa perusahaan besar seperti Xinjiang Ba Yi Iron & Steel Co, Gansu Jiu Steel Group, dan Anyang Iron & Steel Group juga terdampak.
Penurunan permintaan baja di dalam negeri dianggap sebagai penyebab utama krisis ini, mendorong China untuk meningkatkan ekspor ke negara lain. Langkah ini dinilai dapat memperbesar praktik dumping baja China ke Indonesia. Dumping sendiri merupakan praktik perdagangan tidak sehat, di mana suatu negara menjual produknya di luar negeri dengan harga lebih murah daripada di pasar domestik, yang pada akhirnya berpotensi menekan industri baja dalam negeri.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mencatat peningkatan produksi baja dari China dalam beberapa bulan terakhir. Namun, Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, berharap situasi ini tidak memberikan dampak negatif bagi industri baja di Indonesia. Menurutnya, Kemenperin terus berupaya melindungi industri dalam negeri agar tetap kompetitif di pasar domestik dan internasional.
Febri menyampaikan bahwa pihaknya telah memantau kelebihan pasokan produk dari China, termasuk baja, elektronik, tekstil, dan keramik. Meskipun demikian, ia berharap bahwa oversupply tersebut tidak membebani industri dalam negeri.
Saat ditanya tentang kemungkinan penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk menghalau impor baja dari China, Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanita, menjelaskan bahwa penerapan BMAD mungkin dilakukan. Namun, Kemenperin tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan aturan tersebut secara langsung.
Reni menjelaskan bahwa meskipun BMAD dapat diterapkan, proses penyelidikan terkait praktik dumping memerlukan waktu yang cukup lama. Selain itu, meski BMAD diberlakukan, jika pengawasannya kurang ketat, impor baja tetap sulit dibendung. Ia juga menambahkan bahwa penerbitan peraturan BMAD hanya bisa dilakukan oleh Kementerian Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK), sehingga diperlukan koordinasi antara Kemenperin dan Kementerian Keuangan.
Berdasarkan data dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan, terdapat beberapa kasus impor baja yang melibatkan China, termasuk dalam proses Sunset Review terkait Baja Lembaran dan Gulungan Canai Panas atau Hot Rolled Coil (HRC). Saat ini, beberapa produk baja asal China telah dikenakan BMAD dengan tarif berkisar antara 6% hingga 26%.