Cobisnis.com-Jakarta-Kasus gugatan perdata terhadap Ustaz Yusuf Mansur oleh 5 investor yang sedang bergulir di Pengadilan Negeri Tangerang punya cerita yang panjang. 5 orang investor itu adalah Fajar Haidar Rafly, Sumiyati, Sri Hartati, Sri Wahyuni, dan Isnarijah Purnami. Kelimanya menunjuk Asfa Davy Bya sebagai kuasa hukum.
Gugatan 5 investor itu terkait investasi Condotel Moya Vidi (CMV, Yogyakarta) dan pembangunan hotel Siti (Tangerang, Banten ), dalam kurun 2013-2014. Kelimanya bersama Ust Yusuf Mansur melakukan investasi untuk CMV dan Hotel Siti.
Dikutip dari keterangan HM Joesoef (wartawan senior), melalui siaran persnya, pernyataan dari kuasa hukum Yusuf Mansur, Ariel Muchtar, dan pernyataan Yusuf Mansur ada yang perlu diluruskan, karena faktanya tidak seperti yang disampaikan oleh mereka.
Pertama, kuasa hukum Ustaz Yusuf Mansur, Ariel Muchtar, mengatakan bahwa sebelum gugatan dimasukkan, pihak penggugat lebih dulu melayangkan somasi. “Pihak ustadz Yusuf Mansur juga sudah menjawab somasi tersebut, namun sepertinya jawaban atas somasi tersebut tak mencapai kata sepakat. Karena penggugat tidak sepakat masalah itu, akhirnya mengajukan gugatan. Ya, itu, kan, hak penggugat. Ini yang mau digaris bawahi,” tutur Ariel.
Perlu diketahui, bahwa sebelum pengacara Asfa Davy Bya, sebagai kuasa 5 orang penggugat, mendaftarkan perkaranya ke pangadilan perdata di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, sudah tiga kali melayangkan somasi. Tetapi , oleh pihak Yusuf Mansur , tidak tiindahkan. Bahkan, pihak Yusuf Mansur mengancam akan melaporkan balik pihak kuasa hukum investor ke polisi karena telah mencemarkan nama baik Yusuf Mansur.
Oleh sebab itu, menurut Asfa Davy Bya, jika mau berdamai, ya waktu dilayangkan somasi. “Tetapi itu tidak dilakukan oleh pihak Yusuf Mansur,” kata Asfa Davy Bya.
Kedua, pernyataan Yusuf Mansur, “Projectnya gak pernah tipu-tipu, hotelnya berdiri dengan sangat baik, ada barangnya, bahwa memang pelaporan atau bagaimana ya memang itu kekurangan, gimana proyeknya juga gak jalan dari 2013 saya berusaha malah tetep ada sebagai simbol,” ucap dia.
“Kita kan juga nanggung beban bunga, operasional yang gak ditanggung oleh jemaah, dan ketika kami mengembalikan, kami tetap lebihkan gak ada yang gak dilebihkan, bahwa ada yang belum dikembalikan karena perputaran duit kami terbatas, ada ujian dari Allah juga di tahun terakhir, tapi sebisa mungkin tetep itu saya proses,” tambahnya.
Berikut sejumlah fakta yang disampaikan oleh HM Joesoef:
Tentang pembangunan Condotel Moya Vidi (CMV) di Yogyakarta dan hotel Siti di Tangerang, Banten, Yusuf Mansur bercerita bermula ketika dirinya ceramah soal bagaimana jika umat bersatu, maka kejayaan ada di depan mata.
Kemudian, pada 2012 dirinya memulai pembangunan. Namun kala itu, sempat bermasalah karena dianggap OJK tidak berizin ilegal.
“Nah karena langkahnya sudah setengah jalan, saat itu saya tidak hentikan, tentu saja muncul beberapa masalah termasuk yang sampai hari ini terus kemudian dijadikan masalah oleh sekelompok orang, dan enggak apa-apa, memang ada hak orang di sana, bahwa ada gugatan yang nilainya fantastis saya serahkan sama Allah aja nanti bagaimana hakim dengan izin Allah SWT,” katanya.
Yusuf Mansur memastikan, saat ini seluruh perizinan pembangunan CMV di Yogyakarta dan Hotel Siti di Tangerang sudah lengkap. Menurutnya, setelah pandemi virus corona dirinya akan kembali melanjutkan pembangunan.
“Alhamdulillah sekarang secara perizinan sudah super lengkap tinggal jalannya aja, mudah-mudahan abis COVID ini kita bisa maju bergandengan tangan, dan kita perbaiki apa yang bisa diperbaiki,” tutur dia.”Sekarang kan sudah ada paytren asset management, sudah berbentuk juga perusahaan yang secara legal standingnya bener dan timnya juga bagus,” tambahnya.
Baiklah, mari kita tengok ancaman Yusuf Mansur yang dilayangkan via IG-nya, Rabu (3/3) berdurasi 40 menit, yang berupa ancaman kepada para pengkritiknya. Berikut pernyataaannya seputar hotel Siti dan CMV:
“Bersamaan dengan Hotel Siti patungan usaha, Alhamdulillah dengan izin Allah SWT ada Condotel Moya Vidi. Ada seorang ibu di Magelang yang punya tanah, kemudian kawan saya Mas Arjun dan Mas Harjanto membangun apartemen di sana. Mas Arjun dan Mas Harjanto itu gagal membangun apartemen Moya Vidi. Kenapa gagal, karena di sana kemudian dengan ijin Allah, ada moratorium. Kemudian ada kebijakan-kebijakan apalah yang kemudian membuat tidak bisa dibangun, tidak bisa dibangun Moya Vidi itu. Lalu saya bicara nih dengan temen-temen, siapa yang kemudian pada ikut, oh, yang ikut orang-orang Paytren, begitu.
Satu saja ada yang nyerahkan Moya Vidi duitnya langsung ke saya, haram saya berdiri, haram saya hidup, satu saja. Ga ada, tidak ada. Nyerahin duitnya juga sama orang lain, ke rekeningnya orang lain. Ada PPATK, ada BI, jangan karena dia semua diinvestigasi tapi yang diinvestigasi ini, ini sekunder semua.”
Benarkah ceritar versi Ust Yusuf Mansur?
Kisahnya bermula dari Hj Suryati, seorang pengusaha katering dan pemilik gedung pertemuan di Jalan Jogya – Magelang, Jogyakarta, dengan nama Grha Sarina Vidi, berencana mengembangkan usahanya. Untuk keperluan tersebut, Suryati menggandeng Harjanto Suwondo yang dikenal sebagai konsultan property. Dua orang ini sepakat membangun condomonium yang diberi nama CMV yang akan dikelola oleh PT Grha Suryamas Vinandito. Lokasinya berada di belakang Grha Sarina Vidi.
Karena butuh modal, Suryati dan Harjanto sepakat menggandeng Yusuf Mansur yang diyakini bisa menggerakkan jaringannya untuk berinvestasi di CMV. Maka Yusuf Mansur pun menggerakkan orang-orang yang bergabung di Veritra Sentosa Internasional (VSI) cikal bakal Paytren untuk membeli saham di CMV. Untuk menampung dana yang masuk, diserahkan ke CV Bintang Promosindo (BP)yang direktur utamanya Arjun yang tidak lain adalah teman dekat Yusuf Mansur, tinggal di Solo. Sejak 22 Februari 2014, CMV mulai menjual kepemilikan ke masyarakat.
Ketika di bulan Maret 2014 Yusuf Mansur bersama rombongan melakukan safari di Hong Kong, yang dijual adalah hotel Siti, CMV, Nabung Tanah, serta VSI. Spanduk dan brosur tentang prospek CMV beserta foto Yusuf Mansur terpampang secara jelas.
Rupanya, kerjasama antara Suryati, Harjanto, dan Yusuf Mansur tidak sampai setahun. Sebelum tahun 2015, kongsi itu bubar. Sementara dana yang telah masuk ke BP sebesar Rp 1, 558 milyar dari sekitar 600-an investor. Uang sebesar itu, oleh Yusuf Mansur dialihkan secara sepihak, dari CMV ke hotel Siti yang ada di Tangerang. Hotel Siti sendiri sebelumnya dibangun dari dana masyarakat yang dikumpulkan lewat Patungan Usaha dan Patungan Aset yang pada Juli 2013 dihentikan oleh Otoritas Jasa Keuangan karena telah melanggar regulasi. Lalu YM membentuk Koperasi Indonesia Berjamaah (KIB) untuk menampung dana masyarakat tersebut.
Kesalahan fatal Yusuf Mansur mengalihkan dana CMV ke hotel Siti secara sepihak. Karena akadnya adalah CMV, maka, ketika akan dipindahkan ke hotel Siti, para investor mestinya diberitahu dan diberi pilihan. Ambil uangnya atau setuju dananya ditempakan ke hotel Siti.
Di sini, Yusuf Mansur berjanji, akan ada bagi hasil untuk setiap investasi yang dihimpun lewat dia, apakah itu Patungan Usaha, Patungan Aset, CMV, Nabung Tanah, dan sebagainya. Ternyata, setelah setahun nasib investasi para pemegang saham tidak pernah jelas. Tidak ada laporan keuangan, tidak ada bagi hasil, dan web yang disediakan untuk itu sudah tidak bisa diakses. Kemana para investor mengadu?
Ada beberapa orang yang berhasil menghubungi Yusuf Mansur, setelah bersusah payah dan berbelit-belit, investasinya sebesar Rp 2.700.000 dikembalikan. Sejak 2014 sampai 2020, yang dikembalikan hanya pokoknya saja. Tidak ada uang kerahiman sebagaimaa dijanjikan di awal.
Bagaimana dengan Hotel Siti?
Hotel Siti diambil dari nama Siti Maemunah, istri Yusuf Mansur. Awalnya, oleh Yusuf Mansur, hotel Siti dipromosikan sebagai hotel syariah, sebagai tempat transit jamaah haji dan umroh, baik ketika mau berangkat maupun datang dari kota suci. Para investor pun diiming-imingi dengan berbagai fasiltas dan bagi untung. Setelah direnovasi sana-sini, hotel Siti resmi dibuka, awal tahun 2015. Manajemen Horison digandeng untuk mengelolanya.
Meski sudah dikelola oleh Horison, hotel Siti yang terletak di kawasaan macet di Jalan M. Thoha, Tangerang, Banten itu, tak juga bagus performanya. Jamaah haji dan umroh yang diharapkan bisa menginap di sini, tak pernah terjadi. Hotel Siti pun menjadi sepi.
Pada tahun 2017, Horison hengkang dari Siti. Tulisan Horison yang ditempel di kaca depan lobi hotel mulai dikelupas. Lalu manajeman pun berubah 180 derajat. Hotel Siti tak lagi berstatus sebagai hotel syariah. Jika sebelumnya, para tamu hotel yang berpasangan, pria-wanita, dimintai KTP-nya dan dicocokkan apakah mereka pasangan mahrom atau bukan, sejak tahun 2017 itu tak lagi dilakukan, juga tak pernah ditanya.
Hotel yang awalnya dimanajemeni oleh Horison dan bersyariah, kini menjadi hotel konvensional dan tak lagi mengedepankan norma-norma keagamaan. Ini juga menyalahi akad awal, yakni, hotel syariah.
Ada dua hal yang perlu diktritisi dari pernyataan Yusuf Mansur. Pertama, ketika pada 3 Maret 2020 melalui IG-nya dia mengatakan bahwa ia tidak terlibat, kini, dia mengatakan akan segera membangun Condotel Moya Vidi. Ada apa dibalikketidakkonsistenannya itu? Faktanya, dia telah menjual Condotel Moya Vidi sampai ke Hong Kong.
Kedua, Condotel Moya Vidi dan hotel Siti, telah menyalahi akad. Uang untuk membangun condotel dialihkan secara sepihak oleh Yusuf Mansur ke hotel Siti. Juga, ketika akad awalnya hotel siti didedikasikan sebagai hotel syariah, ternyata kini berubah jadi hotel konvensional. Ini bentuk pengkhianatan kepada para investor.
Apa yang dikemukakan diatas bukanlah bentuk nafsu dan syahwat, tetapi semata-mata menyampaikan kebenaran dan untuk mencari ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu A’lam.