JAKARTA, Cobisnis.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, beberapa faktor yang menyebabkan nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Salah satunya yaitu kekecewaan pasar terhadap bank sentral AS.
Sri Mulyani menyampaikan rupiah pada Mei 2024 sempat turun hingga ke level Rp16.431 per dolar AS.
Penyebabnya oleh sentimen negatif di pasar keuangan global maupun domestik.
“Sempat mengalami peningkatan baik karena sentimen di dalam negeri maupun yang berasal dari global,” ujar Sri Mulyani saat konferensi pers APBN Kita, Kamis, 27 Juni.
Menurut Sri Mulyani sentimen negatif dari pasar keuangan global, dipicu oleh bank sentral Amerika Serikat yang tidak akan banyak memangkas suku bunga acuannya pada tahun ini.
Sri Mulyani menyampaikan pelaku pasar keuangan meyakini bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuan sebanyak empat hingga lima kali pada tahun ini. Namun, potensi penurunan Fed Fund Rate hanya sekali.
“Namun Fed Fund Rate masih mengalami posisi yang stabil di 5,5 persen dan tidak terjadi tanda-tanda bahwa mereka akan segera menurunkan, dan bahkan mungkin yang paling optimis penurunannya hanya satu kali pada tahun ini,” tuturnya.
Menurut Sri Mulyani kondisi inilah yang membuat pasar keuangan kecewa sehingga indeks dolar menguat menyebabkan nilai tukar mata uang rupiah dan negara-negara lain terdepresiasi.
“Ini yang menyebabkan ekspektasi market yang kecewa, atau yang tidak tersampaikan, kemudian menimbulkan suatu reaksi. Terutama terlihat pada sekitar April lalu hingga Mei kalau Mei mungkin lebih juga ditambah faktor domestik kita, yang sebabkan penguatan dolar indeks yang kemudian menyebabkan depresiasi dari mata uang-mata uang termasuk rupiah kita,” tuturnya.
Di sisi lain, Sri Mulyani juga menyoroti imbal hasil US Treasury yang terus naik membuat AS harus mengeluarkan banyak sekali bond sehingga terdapat aliran modal keluar atau capital outflow baik dari sisi surat berharga negara (SBN) sampai ke pasar saham.
“Sehingga total outflow sampai dengan Juni mencapai Rp9,31 triliun. Ini yang mungkin untuk kita waspadai dalam artian respons dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), fiscal policy, adalah nanti kepada berbagai pos yang terpengaruh kepada nilai tukar dan yang immediate tentu dari sisi pembiayaan, terutama dari sisi issuance,” ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan, kurs rupiah mengalami depresiasi 6,58 persen, namun lebih baik dibanding negara lain, seperti Brazil terdepresiasi 12,34 persen, dan won Korea melemah 7,46 persen.
“Atau kalau anda sekarang baru mengikuti Jepang mengalami depresiasi yang sangat dalam bahkan levelnya sudah comparable dengan 1986. Ini tentu menimbulkan juga dinamika dari negara-negara partner dagang kita,” ucapnya.