JAKARTA , Cobisnis.com – Perbankan syariah Indonesia didorong menjaga ketahanan dan pertumbuhan positif agar senantiasa menjalankan peran strategisnya dalam pengembangan ekonomi syariah dan senantiasa membawa kebermanfaatan bagi umat. Terlebih dalam kondisi ekonomi global dan domestik yang masih menantang.
Untuk itu, perbankan syariah diharapkan terus meningkatkan kolaborasi serta konsolidasi dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama dalam memperkuat inklusi dan literasi ekonomi syariah.
Hal tersebut mengemuka dalam acara Halal Bi Halal Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) yang mengangkat tema “Konsolidasi Perbankan Syariah Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional yang Berkelanjutan” di Jakarta. Acara Halal Bi Halal Asbisindo dihadiri oleh Wakil Presiden RI, K.H. Ma’ruf Amin, Ketua Umum Asbisindo Hery Gunardi dan jajaran pengurus dan anggota Asbisindo.
Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin mengatakan, bahwa dalam perjalanannya, industri perbankan syariah sudah menunjukkan daya tahan dan pertumbuhan yang berkelanjutan, meski berhadapan dengan tekanan dan ketidakpastian global.
“Kita patut mengapresiasi kemajuan perbankan syariah yang terlihat dari berdirinya PT Bank Syariah Indonesia Tbk, transformasi BPD Syariah, kehadiran BPR Syariah di berbagai daerah, hingga berkembangnya skema pembiayaan KPBU syariah,” ujar Wapres saat memberikan sambutan.
Dalam acara ini, Wapres juga menyampaikan empat arahan bagi pengembangan industri perbankan syariah. Pertama, meningkatkan ketahanan dan daya saing industri perbankan syariah, terutama dalam menjaga kualitas tata kelola dan manajemen risiko. Kedua, meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia perbankan syariah, serta digitalisasi perbankan syariah. Ketiga, meningkatkan kontribusi perbankan syariah dalam perekonomian nasional. Dan terakhir, memperkuat sinergi dan kolaborasi peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah.
Sementara itu, Ketua Umum Asbisindo Hery Gunardi mengatakan, selain prinsip bank syariah yang menjalankan nilai-nilai Islami dan mendorong kebermanfaatan bersama, bank syariah relatif memiliki daya tahan lebih baik dibandingkan dengan bank umum konvensional.
“Kita baru saja melewati ekonomi pasca-covid dan kini dihadapkan pada kondisi ekonomi global dan domestik yang sangat menantang dipicu oleh geopolitik,” ujar Hery Gunardi yang juga selaku Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI). Tahun 2023, sejalan pasca-covid, bank syariah menunjukkan tren kinerja positif.
Bank syariah di Indonesia berjumlah 33, terdiri atas 14 Bank Umum Syariah (BUS) dan 19 Unit Usaha Syaraih (UUS) dengan jumlah layanan mencapai 2.392. Data OJK juga menunjukkan fungsi intermediasi bank syariah berjalan dengan baik. Pembiayaan yang disalurkan (PYD) dan dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah tumbuh positif masing-masing sebesar 15,8% (yoy) menjadi Rp571 triliun dan 8,15% (yoy) menjadi Rp660 triliun. Kinerja positif itu juga mendorong aset perbankan syariah naik 10,4% (yoy) menjadi Rp851 triliun.
Secara kualitas bank syariah juga membaik terindikasi dari Non Performing Financing (NPF) BUS yang per posisi Februari 2024 2,05% turun dibandingkan 2,37% per Februari 2023 dan NPF UUS turun menjadi 2,09% dibanding 2,31% per Februari 2023. Sementara itu, dari sisi ketahanan juga cukup solid dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) Bank Umum Syariah (BUS) sebesar 25,35%.
Hery mengucapkan terima kasih atas support, komitmen, serta konsistensi pemerintah dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah yang juga telah diakui di tingkat global. Salah satunya, Indonesia dinilai terus konsisten menjadikan kebijakan ekonomi dan keuangan syariah sebagai salah satu bauran strategi pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan. Terbukti, peringkat ekonomi syariah Indonesia menurut catatan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2023 berada di peringkat tiga secara global, naik satu peringkat dari tahun sebelumnya,” papar Hery.
Hanya saja, lanjut Hery, masih terdapat tantangan untuk bersama-sama mendorong literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia. Sebab, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2022, indeks literasi keuangan syariah di Indonesia baru mencapai 9,14%, sedangkan inklusi keuangan syariah sebesar 12,12%. Angka tersebut masih jauh di bawah indeks literasi dan inklusi keuangan nasional yang masing-masing sebesar 49,68% dan 85,1%.
Tantangan Pembangunan
Hery menyebutkan bahwa tantangan pembangunan bukan semata hanya meraih pertumbuhan ekonomi, namun juga memastikan kebermanfaatan bagi masyarakat luas. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 mencapai 5,05% dan pada tahun ini diperkirakan tetap tinggi di kisaran 4,7-5,5%, karena didukung oleh permintaan domestik antara lain tingginya pertumbuhan konsumsi.
Momentum Ramadan 1445 Hijriah tidak hanya memberikan inspirasi spiritualitas bagi umat Islam, tetapi juga memberikan dorongan ekonomi yang signifikan. Pasar tradisional menjadi pusat aktivitas yang ramai di tengah aktivitas ibadah puasa yang dijalankan umat.
“Dampak terbesar yang dapat dirasakan yakni industri makanan dan minuman memanen keuntungan yang besar. Selain itu, pasar ritel juga mengalami lonjakan penjualan dengan peningkatan permintaan terhadap produk-produk dan kebutuhan Ramadhan dan Idul Fitri.’’
Di sisi lain, pergerakan masyarakat saat libur Lebaran tahun ini juga meningkat signifikan dan membawa perputaran roda ekonomi di daerah dan di level nasional. Diperkirakan sebanyak 193,6 juta orang melakukan perjalanan di saat libur Lebaran 2024, meningkat dari 123,8 juta orang pada Lebaran 2023. Sebuah kajian Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mencatat, perputaran ekonomi di sektor pariwisata dan kreatif pada periode tersebut diperkirakan mencapai Rp276,11 triliun.
Belum lagi dampak ekonomi dari pengumpulan dan pendistribusian zakat melalui berbagai organisasi. “Lonjakan ekonomi yang terjadi ini menunjukkan bahwa Ramadan dan libur Lebaran memiliki dampak yang signifikan terhadap aktivitas ekonomi di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif,” ujar Hery.
Lebih lanjut, Hery menyebutkan bahwa sektor ekonomi di Indonesia berfokus pada produksi, distribusi, dan pemasaran produk dan layanan. Untuk itu, memerlukan dukungan keuangan dan perbankan syariah yang solid yang masih menjadi tantangan bagi para pelaku usaha di industri halal.
Berlakunya pengesahan Undang-Undang No 4 tahun 2023 tentang Pengaturan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU P2SK) oleh DPR dan Pemerintah, membawa dampak kepada industri perbankan syariah berupa konsolidasi perbankan.
“Salah satu regulasi yang berdampak kepada industri bank syariah adalah kewajiban pelaksanaan spin-off bagi Unit Usaha Syariah (UUS) milik bank umum konvensional, dengan aset di atas Rp50 triliun, dalam jangka waktu proses spin-off selama 2 tahun,” ujar Hery.
Dalam perspektif tersebut, Hery menegaskan, pelaksanaan konsolidasi perbankan telah berhasil dilaksanakan melalui proses merger 3 bank syariah milik pemerintah sehingga menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI).
“Keberhasilan BSI ini menjadi energi bagi bank-bank syariah lainya untuk dapat melakukan sinergi dan konsolidasi. Pada gilirannya hal ini akan memberikan kontribusi bagi industri perbankan syariah yang kuat dan berdaya saing, serta akan mendorong peran Indonesia sebagai pemain kunci dalam perdagangan produk halal dunia atau ekosistem halal global hub,” tutup Hery.