JAKARTA, Cobisnis.com – Rektor Universitas Pancasila Prof. Dr. ETH, SH., M.Si. menjadi bahan perbincangan dalam beberapa hari terakhir. Penyebabnya ia diduga menjadi pelaku pelecehan seksual bawahannya hingga saat ini kasusnya sedang diinvestigasi polisi.
Dia dijadwalkan untuk diperiksa oleh penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada Senin, 26 Februari 2024. Penyelidikan ini berkaitan dengan laporan kasus pelecehan seksual yang telah diajukan ke Polda Metro.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, membenarkan bahwa pemeriksaan rektor terkait kasus tersebut akan dilakukan di Polda Metro pada hari Senin mendatang.
Laporan tersebut didaftarkan dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA, yang dikeluarkan pada tanggal 12 Januari 2024. Korban, seorang karyawati di Universitas Pancasila dengan inisial RZ, melaporkan rektor tersebut atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Berikut adalah beberapa fakta terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan rektor Universitas Pancasila:
- Korban, Kabag Humas dan Ventura universitas dengan inisial RZ, mengklaim bahwa insiden pelecehan seksual terjadi pada tahun sebelumnya. Menurut RZ, kejadian itu terjadi ketika dia dipanggil ke ruangan oleh rektor.
- Modus operandi pelecehan seksual ini melibatkan tindakan yang dilakukan rektor ketika memberikan arahan kepada korban. RZ mengaku bahwa dia secara tiba-tiba dicium pipinya oleh rektor, yang membuatnya kaget dan terdiam. Setelah itu, rektor meminta bantuan RZ untuk meneteskan obat tetes mata, namun saat itulah dia melakukan tindakan pelecehan lagi dengan meremas tubuh korban.
- Meskipun RZ melaporkan peristiwa tersebut kepada atasan, dia justru malah dimutasi dan didemosi ke unit lain pada 20 Februari 2023. Barulah setelah itu, dia memutuskan untuk melapor ke pihak berwajib mengenai perilaku rektor.
- Kuasa hukum rektor, Raden Nanda Setiawan, menyangkal keras tuduhan pelecehan seksual tersebut. Dia menyatakan bahwa peristiwa yang dilaporkan tidak benar dan tidak pernah terjadi. Namun, dia juga mengingatkan bahwa setiap laporan yang tidak terbukti bisa memiliki konsekuensi hukum.
- Kuasa hukum rektor juga menyoroti kejanggalan dalam laporan korban, mengingat bahwa kejadian pelecehan seksual tersebut terjadi satu tahun sebelumnya namun baru dilaporkan saat ini, di tengah proses pemilihan rektor baru. Raden menyebut hal ini sebagai suatu kejanggalan yang perlu dipertimbangkan.