JAKARTA, Cobisnis.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto telah menegaskan bahwa Indonesia harus melangkah lebih jauh dari status negara berpenghasilan menengah. Tindakan ini diperlukan untuk mewujudkan ambisi Indonesia menjadi negara maju yang sesuai dengan target pemerintah pada tahun 2045. Dilansir dari Kompas.com pada Rabu, 11 Oktober 2023, Airlangga mengatakan bahwa Indonesia harus berusaha mencapai pendapatan per kapita sekitar 10.000 dolar AS atau setara dengan sekitar 150 juta rupiah per tahun.
“Ini berarti pendapatan minimum yang harus kita raih adalah sekitar 10 juta rupiah per bulan. Kita perlu mencari sektor industri yang mampu membayar gaji sebesar itu,” ungkap Airlangga dalam pertemuannya di Jakarta pada hari Rabu.
Untuk mengatasi situasi ini, Airlangga melanjutkan dengan mengatakan bahwa Indonesia perlu meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita dari 4.700 dolar AS menjadi lebih dari 10.000 dolar AS pada tahun 2030.
“Kami memprediksi bahwa dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dapat dipertahankan pada tingkat 5-5,5 persen, kami akan mencapai pendapatan per kapita sebesar 5.500 dolar AS pada tahun 2024. Saat ini, angkanya adalah 4.700 dolar AS, dan kami bertujuan untuk mencapai 10.000 dolar AS,” tambahnya. Namun, apakah pendapatan pekerja bisa mencapai 10 juta rupiah per bulan?
Dengan situasi saat ini, perkiraan tersebut baru akan tercapai pada tahun 2092, seperti yang diungkapkan oleh Pengamat Ekonomi dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira. Dia mengatakan bahwa untuk mencapai target upah sebesar 10 juta rupiah per bulan, diperlukan perubahan signifikan dalam arah kebijakan ekonomi.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2023, rata-rata upah pekerja saat ini adalah sekitar 2,94 juta rupiah per bulan. Selain itu, pertumbuhan upah dari Februari 2022 hingga Februari 2023 hanya mencapai 1,8 persen dalam setahun. “Dengan pertumbuhan upah rata-rata sekitar 1,8 persen per tahun, perkiraan pendapatan pekerja akan mencapai 10 juta rupiah per bulan pada tahun 2092,” jelas Bhima.
Bhima menambahkan bahwa untuk mencapai target gaji sebesar 10 juta rupiah per bulan pada tahun 2045, diperlukan peningkatan upah rata-rata sekitar 6 persen setiap tahun. Namun, dia berpendapat bahwa pemerintah dapat mengambil langkah-langkah untuk mendorong pertumbuhan upah rata-rata sebesar 6 persen tersebut.
Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan mendorong peningkatan kontribusi sektor manufaktur yang bernilai tambah dan padat karya. “Setidaknya, porsi sektor manufaktur harus mencapai 35 persen dari PDB untuk mendorong masyarakat masuk ke sektor formal dengan pendapatan yang lebih tinggi,” kata Bhima. Pemerintah juga dapat mengupayakan investasi berkualitas, terutama melalui relokasi industri. Selain itu, peningkatan produktivitas lahan pertanian juga akan membantu meningkatkan pendapatan rata-rata pekerja Indonesia.
Meskipun begitu, Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan dalam mencapai ambisi untuk keluar dari status negara berpenghasilan menengah. Bhima menyatakan bahwa salah satu tantangan terbesar adalah rendahnya korelasi antara investasi dan penciptaan lapangan kerja baru.
Dia juga menggarisbawahi bahwa ketergantungan terhadap impor pangan saat ini menyebabkan pendapatan sektor pertanian menjadi rendah. Selain itu, tingkat belanja pemerintah, terutama dalam sektor infrastruktur, masih belum mampu meningkatkan daya saing ekonomi. Indeks logistik, yang menurut Bhima, mengalami penurunan sebanyak 17 peringkat, juga mencerminkan tantangan tersebut.
Untuk mencapai ambisi tersebut, Bhima menyarankan bahwa perubahan struktural dalam ekonomi Indonesia harus segera dilakukan. Selain itu, upaya untuk menekan biaya logistik dan memperpendek rentang kendali antarwilayah juga harus terus ditingkatkan. Jika tidak, target pemerintah untuk mendorong Indonesia keluar dari status negara berpenghasilan menengah dan naik kelas menjadi negara maju pada tahun 2045 mungkin akan sulit tercapai.