JAKARTA,Cobisnis.com – Perekonomian Dunia masih menghadapi risiko ketidakpastian yang besar. Kondisi tingginya inflasi dan suku bunga mulai berimbas pada kinerja ekonomi dan sektor keuangan dunia. Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa bank besar di AS dan Eropa kolaps, yang pada akhirnya harus di ambil alih oleh bank besar lainnya. Berbagai peristiwa ini tentunya dapat berimbas pada ekonomi dunia dan menimbulkan gejolak pasar keuangan global. Namun, dampak terhadap pasar keuangan global dapat diminimalisir berkat respons yang cepat dari otoritas keuangan di AS dan Eropa.
Perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,03% (yoy) sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan-IV 2022 yang sebesar 5,01% (yoy). Akan tetapi jika dibandingkan dengan negara-negara emerging market besar lainnya, capaian ekonomi Indonesia terbilang cukup memuaskan. Pada periode yang sama, ekonomi Vietnam melambat dari 5,92% (yoy) menjadi 3,32% (yoy), ekonomi Singapura melambat dari 2,1% (yoy) menjadi 0,1% (yoy).
Ekonomi Indonesia pada triwulan-I 2023 terutama masih ditopang oleh pulihnya permintaan domestik. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga tercatat mencapai 4,54% (yoy) pada triwulan-I, sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2022 sebesar 4,48% (yoy), maupun triwulan I 2022 sebesar 4,34% (yoy). Pertumbuhan konsumsi pemerintah juga turut menopang ekonomi, dimana pertumbuhannya tercatat sebesar 3,99% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya yang mencatat kontraksi.
Namun, dampak ekonomi global mulai berimbas pada pertumbuhan PMTB yang hanya mencatat 2,11% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,33% (yoy). Selain itu, kinerja perdagangan masih cukup baik meski mulai melambat. Net ekspor tumbuh sebesar 77,65% (yoy) melambat dibandingkan triwulan IV 2022 di mana net ekspor tumbuh sebesar 86,25% (yoy).
Berdasarkan sektor, sektor-sektor terkait mobilitas tumbuh sangat tinggi memanfaatkan momentum akselerasi peningkatan mobilitas dan aktivitas masyarakat. Sektor tersebut adalah Transportasi dan Pergudangan yang tumbuh 15,93% (yoy), dan Akomodasi dan Restoran 11,55% (yoy), dan Informasi & Komunikasi 7,19% (yoy).
Sektor Industri Pengolahan juga tumbuh relatif tinggi yaitu 4,43% (yoy). Sektor industri pengolahan adalah sektor yang sangat strategis karena menguasai 18,57% dari total PDB Nasional. Tantangan ekonomi secara sektoral terkait dengan pelemahan ekonomi global yang telah menekan kinerja beberapa industri orientasi ekspor, yaitu: industri garmen, kayu lapis, dan furnitur yang volume ekspornya terkontraksi pada Maret 2023 masing-masing sebesar -22,7% (yoy), -37,5% (yoy), dan -37,1% (yoy).
Tantangan ekonomi yang tahun ini adalah potensi penerimaan dari sektor komoditas yang berpotensi turun. Per 8 Mei 2023, beberapa harga komoditas penting bagi Indonesia mengalami koreksi harga sebagai berikut: harga batubara (Newcastle) mencapai USD169,7 per ton, atau terkoreksi 58% YTD; CPO (FOB Malaysia) mencapai
USD920,4 per ton, atau terkoreksi 2,8% YTD; minyak mentah (Brent) mencapai USD77,0 per barrel, atau terkoreksi 10,4% YTD; dan harga nikel USD24.531,0 per ton, atau terkoreksi 18,4% YTD.
Koreksi harga komoditas terakhir ini adalah proses normalisasi setelah mengalami lonjakan selama tahun 2021-2022. Kami memperkirakan walaupun harga-harga terkoreksi namun akan masih lebih tinggi dibandingkan harga sebelum pandemi COVID-19 dan masih menguntungkan. Kami perkirakan tahun 2023 harga rata-rata batubara (Newcastle) sebesar USD168,8 per ton; minyak mentah (Brent) USD86,0 per barrel; CPO (FOB Malaysia) USD891 per ton; dan nikel (LME) USD24.000 per ton.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan lebih tinggi pada triwulan II 2023 dibandingkan triwulan I 2023. Memasuki triwulan II 2023, berbagai indikator ekonomi di dalam negeri menunjukkan perbaikan. Indeks keyakinan konsumen (IKK) pada bulan Maret 2023 terus mengalami kenaikan menjadi 123,3. Sementara pada bulan April, Purchasing Manager index (PMI) yang mengukur kinerja sektor manufaktur menunjukkan pertumbuhan signifikan ke 52,7 tertinggi dalam 7 bulan terakhir.
Mandiri Spending Index: Penguatan pemulihan ekonomi juga terlihat pada belanja masyarakat. Kami melihat belanja masyarakat mengalami peningkatan menjelang dan beberapa minggu di bulan Ramadan. Hingga bulan 26 April 2023, indeks nilai belanja MSI mencapai 156,7, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara frekuensi belanja mengalami kenaikan drastis. Hingga akhir April 2023, frekuensi belanja masyarakat mencapai 280,7.
Secara komposisi belanja, belanja terkait supermarket dan fashion terus mengalami kenaikan. Pada April 2023, belanja terkait supermarket dan fashion masing-masing mengambil porsi sekitar 16,3% dan 12,3%, tertinggi sejak tahun 2022. Namun di sisi lain, belanja barang tahan lama, seperti household-related goods, porsinya terus mengalami penurunan sejak Januari 2023. Hal ini mengindikasikan adanya pergeseran perilaku konsumsi masyarakat yang menjadi defensif.
Dari sektor perbankan, pertumbuhan kredit perbankan masih sehat, di mana pada bulan Maret, pertumbuhan kredit mencapai 9,9% (yoy) sedikit melambat dibandingkan posisi akhir tahun 2022 yang mencapai 11% (yoy). Pertumbuhan DPK cenderung melambat mencapai 7% (yoy), meski dari sisi likuiditas secara umum masih memadai, tercermin dari rasio LDR yang masih berada pada 80%
Hingga saat ini, perbankan Indonesia masih relatif terlindungi dari dampak gagalnya perbankan AS, karena eksposur yang relatif sangat terbatas. Dilihat dari berbagai indikator perbankan Indonesia masih cukup resilient menghadapi gejolak global. Kualitas aset masih terjaga dengan rasio NPL yang cenderung terus menurun. Selain itu permodalan perbankan juga masih sangat kuat dengan rasio kecukupan modal berada pada 26%, jauh di atas ketentuan.
Di tengah tekanan perlambatan ekonomi global, kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2023, masih berpotensi tumbuh stabil pada kisaran 5,07% (yoy). Dengan demikian, untuk keseluruhan tahun 2023, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,04%. Ke depan, ekonomi Indonesia juga akan menghadapi tantangan lain yaitu penyelenggaraan Pemilu. Belanja terkait Pemilu dapat mendorong konsumsi meningkat. Namun di sisi lain, investor akan bersikap hati-hati dan cenderung.