JAKARTA,Cobisnis.com – Perekonomian Indonesia hingga akhir kuartal II ini menunjukkan indikator yang positif meskipun di tengah tekanan eksternal yang semakin besar dari Perang Russia-Ukraina, angka inflasi global yang meningkat dan kenaikan suku bunga acuan The Fed yang cukup agresif.
Volatilitas memang meningkat pasca keluarnya angka inflasi Amerika Serikat sebesar 8,6% yang lebih tinggi dari ekspektasi pasar dan merupakan inflasi AS tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Kenaikan inflasi tersebut tentu saja semakin memicu ekspektasi pasar akan kebijakan The Fed yang akan lebih ‘hawkish’ dengan kenaikan suku bunga ke depan yang tetap agresif. Lantas pertanyaan besarnya adalah, bagaimana dampaknya bagi perekonomian Indonesia?
Perekonomian Indonesia masih menunjukkan pemulihan ekonomi yang berlanjut dengan berbagai faktor sebagai berikut:
Dari sisi Konsumsi, Belanja masyarakat sepanjang kuartal II 2022 sudah mencapai level tertinggi sepanjang pandemi. Hal ini ditunjukkan oleh Mandiri Spending Index (MSI) dimana indeks frekuensi belanja berada di level 185,5, sementara indeks nilai belanja naik ke level 159,9, indeks tertinggi sepanjang pandemi. Hal ini mengindikasikan pemulihan ekonomi yang signifikan jika dibandingkan dengan periode dua tahun sebelumnya, yang berjalan beriringan dengan pelonggaran mobilitas masyarakat.
Tingkat belanja di semua wilayah kembali meningkat sejak awal Maret 2022. Perbaikan tingkat belanja tidak hanya terjadi di wilayah-wilayah yang terimbas kenaikan harga komoditas, namun juga di wilayah yang mengandalkan pariwisata. Sebagai contoh, tren meningkatnya mobilitas masyarakat membuahkan perbaikan tingkat belanja di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang merupakan salah satu daerah wisata utama. Berdasarkan data MSI, tingkat belanja di Bali dan Nusa Tenggara berangsur membaik sejak pertengahan tahun lalu tercatat mencapai level 80,6 di periode Ramadan 2022, yang merupakan level tertinggi selama pandemi.
Dari sisi Produksi, pemulihan ekonomi sektoral menunjukan arah yang semakin solid, ditunjukan semakin banyak sektor dengan level PDB sektoralnya sudah melebihi level sebelum pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi sektoral pun semakin kuat, impor bahan baku dan barang modal meningkat, mengindikasikan pergerakan ekonomi yang terus membaik. Ekspor pun tumbuh memanfaatkan peluang pasar yang membaik di negara-negara tujuan ekspor seiring dengan pemulihan ekonomi global.
Dari beberapa faktor tadi kita dapat melihat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun ini akan lebih baik dibandingkan dengan kuartal I. Penghitungan berdasarkan Nowcasting kami sementara ini pertumbuhan kuartal II akan berkisar 5,2% – 5,3% seiring dengan dukungan perbaikan belanja masyarakat, pertumbuhan ekspor dan dukungan meningkatnya transaksi di tengah bulan Ramadhan yang lalu.
Namun demikian, pemulihan ekonomi ke depan dihadapkan pada beberapa tantangan yang perlu diwaspadai dan diantisipasi, yaitu (1) kenaikan harga-harga energi (yaitu minyak, gas dan batubara) dan juga pangan yang akan meningkatkan biaya produksi dan konsumsi; (2) produsen akan meningkatkan harga jual di tingkat konsumen (pass-through);
(3) Resiko Rupiah terdepresiasi yang dapat meningkatkan biaya-biaya dari bahan baku impor.
Sektor perbankan terus mengalami perbaikan dengan pulihnya permintaan domestik seiring menurunnya kasus dan membaiknya penanganan pandemi. Pertumbuhan kredit terus terakselerasi dan tumbuh positif. Pada bulan April, pertumbuhan kredit mencapai 9.1%. Secara year-to-date, pertumbuhan kredit perbankan nasional telah mencapai 3,8%.
Di sisi lain, dana pihak ketiga perbankan terus tumbuh tinggi, sebesar 10,1% yoy pada bulan April 2022. Tingginya pertumbuhan DPK mendorong terjaganya likuiditas perbankan. Rasio loan to deposit (LDR) yang mencerminkan likuiditas perbankan masih rendah pada 80%, meski jika dibandingkan bulan sebelumnya rasio LDR terlihat meningkat sejalan akselerasi pertumbuhan kredit.
Ke depan, sektor perbankan akan menghadapi tantangan normalisasi kebijakan, terutama dengan adanya kenaikan rasio GWM yang berpotensi mengurangi likuiditas secara bertahap. Namun, kami tetap optimis bahwa intermediasi perbankan akan terus membaik, sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5.17%, kami melihat pertumbuhan kredit perbankan akan membaik dan mencapai 7.5% pada akhir tahun.