TANGERANG SELATAN, Cobisnis.com – Angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia masih sangat memprihatikan. Hal ini sangat ironi dibandingkan dengan sederet negara maju lain di dunia yang pertumbuhan penduduknya minus, namun justru kekurangan banyak tenaga kerja. Jepang, contohnya. Saat ini Negeri Sakura butuh 345.000 tenaga kerja terampil (specified skilled worker).
Berangkat dari keresahan ini, PT Nanotech Indonesia Global Tbk (NANO) berjuang bersama Yayasan Sahabat Wakaf Indonesia (SWI) melalui Program Pemuda Mandiri dengan konsep memberdayakan pemuda dhuafa bekerja di Jepang.
“Program Pemuda Mandiri adalah upaya kami melihat kondisi Indonesia yang memiliki 275 juta penduduk. Tahun 2021, jumlah pengangguran mencapai 9 juta orang. Untuk itu, kami ingin berkontribusi bagi negara dan bangsa,” kata Ahmad Zaky Arief Bestari, Ketua Yayasan Sahabat Wakaf Indonesia, belum lama ini saat jumpa media di gedung Nanoplex, kawasan Puspitek, Tangerang Selatan.
Hal senada diungkapkan Presiden Direktur PT Nanotech Indonesia Global Tbk, Suryandaru. Menurutnya, ini gagasan solutif dan mulia dari Yayasan Sahabat Wakaf Indonesia, di saat masih banyaknya pemuda terdampak oleh Covid-19.
“Pemuda akan dipersiapkan menjadi skilled worker dan spesialis menuju Jepang lewat perusahaan konsorsium yang sudah menjalin Join Operation dan kerjasama dengan NANO melalui Strategic Business Unit (SBU) Pendidikan. Segala proses dan perizinan dipercayakan dengan konsorsium yang terdiri dari Nanoedu Cheria International dan Indonesia Japan Edujob Center (IJEC),” paparnya.
Pria yang tinggal di kota Belitung ini melanjutkan, NANO Group banyak membantu para pelajar, peneliti, dan generasi milenial Indonesia untuk menggapai mimpinya ke luar negeri.
“Kami memiliki harapan besar para anak muda bisa ‘mengunjungi masa depan’ ke negara-negara maju yang sudah melampaui Indonesia, 20-30 tahun ke depan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui aktivitas studi dan bekerja,” jelas ayah Azzam Muhammad Aryand dan Agam Muhammad Aryand ini.
Ketika para pemuda kembali ke tanah air, Suryandaru menambahkan banyak future knowledge yang dapat disebar dan diterapkan di negara kita tercinta.
“Sebagai contoh teknologi nanobubble kami adalah hasil reverse engineering teknologi Jepang yang sudah lama sekali di pakai di sana. Alhamdulilah melalui para profesor, doktor, serta anak muda tangguh di NANO, hal tersebut terwujud. Teknologi negara maju kita kembangkan, patenkan, dan terapkan di Indonesia. Kami berharap program bersama Yayasan Sahabat Wakaf Indonesia adalah wakaf kita bersama membangun ‘Jembatan Masa Depan’ bagi generasi muda mengisi pembangunan ekonomi Indonesia mendatang,” urainya.
Pemerintah Jepang memberi peluang besar untuk mengirimkan tenaga kerja terampil termasuk dari Indonesia sebanyak 345.000 orang untuk bekerja minimal selama 5 tahun.
Tentu dengan terlebih dahulu melatih pemuda untuk terampil berbahasa Jepang dan keterampilan lain yang dibutuhkan perusahaan pemberi kerja.
Dalam acara gala signing Program Pemuda Mandiri juga dijelaskan sumber dana untuk keberangkatan pemuda dhuafa Indonesia ke Jepang.
“Dana untuk program ini berasal dari sedekah, infaq, dan wakaf baik dari individu maupun CSR perusahaan. Para pemuda yang terpilih untuk diberangkatkan ke Jepang nantinya, diutamakan dari keluarga dhuafa,” lontar Muhammad Rofiq Thoyyib Lubis, Ketua Pembina Yayasan Sahabat Wakaf Indonesia.
Pada tahap awal, sekitar 10 pemuda dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang akan diberangkatkan ke Jepang sebagai tenaga kerja terlatih di bidang teknologi pertanian.
“Selanjutnya, kami menargetkan 1.000 pemuda desa yang dapat kesempatan bekerja di sana,” imbuh Rofiq.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Daarul Qur’an ini optimistis di 2030, Program Pemuda Mandiri ini bakal efektif mengentaskan masalah pengangguran di Indonesia.