JAKARTA, Cobisnis.com – Aktivitas sektor industri manufaktur di Tanah Air masih cukup menggeliat hingga tutup tahun 2021, sejalan dengan meningkatnya produksi dan permintaan pasar ekspor. Ini tercemin dari capaian Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Desember 2021 lalu.
Berdasarkan hasil survei IHS Markit, PMI Manufaktur Indonesia pada Desember 2021 berhasil mencapai 53,5. Realisasi tersebut melampaui PMI Manufaktur negara-negara ASEAN seperti Thailand (50,6), Filipina (51,8), Vietnam (52,2), dan Malaysia (52,8). Bahkan juga mampu unggul terhadap PMI Manufaktur Korea Selatan (51,9), Rusia (51,6), dan China (49,9).
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan meskipun PMI terus membaik, pihaknya tetap fokus memacu hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri.
Agus menilai upaya ini telah memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional, di antaranya pembukaan lapangan kerja dan penerimaan devisa dari ekspor, yang berujung pada kesejahteraan masyarakat.
“Sesuai yang disampaikan Bapak Presiden Joko Widodo, ekonomi nasional mulai pulih dan kuat kembali. Hal ini ditandai dengan neraca dagang kita yang surplus 34,4 miliar dolar, dan kondisi surplus tersebut dapat dipertahankan selama 19 bulan. Ekspor kita juga naik secara y-on-y hingga 49,7 persen,” katanya dalam keterangan tertulis, dikutip, Rabu, 5 Januari.
Menurut Agus, selama ini sektor industri manufaktur konsisten memberikan kontribusi paling besar terhadap capaian nilai ekspor nasional. Pada Januari-November 2021, nilai ekspor dari industri manufaktur mencapai 160 miliar dolar AS atau berkontribusi sebesar 76,51 persen dari total ekspor nasional.
“Angka ini telah melampaui capaian ekspor manufaktur sepanjang tahun 2020 sebesar Rp131 miliar, dan bahkan lebih tinggi dari capaian ekspor tahun 2019,” tuturnya.
Jika dibandingkan dengan Januari-November 2020, kata Agus, kinerja ekspor industri manufaktur pada Januari-November 2021 meningkat sebesar 35,36 persen. Kinerja ekspor sektor manufaktur ini sekaligus mempertahankan surplus neraca perdagangan yang dicetak sejak bulan Mei 2020.
“Kenapa ekspor kita bisa naik setinggi itu? Salah satunya karena kita berani untuk menghentikan ekspor raw material, seperti bahan mentah dari minerba, yaitu nikel. Dari awalnya, ekspor sekitar 1-2 miliar dolar AS, kini sudah hampir mencapai 21 miliar dolar AS,” ucapnya.
Karena itu, Agus mengatakan Jokowi telah memberikan arahan untuk melanjutkan setop ekspor bauksit, tembaga, timah, dan lainnya, karena hilirisasi menjadi kunci dalam kenaikan ekspor Indonesia.
Sementara itu, impor untuk bahan baku dan bahan penolong juga naik sebesar 52,6 persen. Bahan baku dan bahan penolong ini sebagai kebutuhan untuk diolah oleh industri di dalam negeri sehingga dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Agus mengatakan bahwa indikator pulihnya perekonomian nasional, juga ditunjukkan dari peringkat daya saing Indonesia yang terus meningkat, baik itu dari aspek bisnis maupun digital.
“Dalam posisi yang sangat berat pada tahun 2021 karena dampak pandemi, kita masih mampu naik ranking. Di aspek bisnis dan digital, naik tiga peringkat semuanya,” tuturnya.
Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian nasional, Agus menargetkan pertumbuhan industri manufaktur sebesar 4,5-5 persen pada tahun 2022.
“Kami fokus untuk terus membangun sektor industri manufaktur yang berdaulat, mandiri, berdaya saing, dan inklusif,” jelasnya.