JAKARTA, Cobisnis.com – Industri manufaktur punya kontribusi terbesar atas kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 7,07% pada triwulan II tahun 2021. Sektor ini merupakan sumber pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 1,35%. Di periode ini, sektor manufaktur sendiri mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,91% meskipun mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus mendukung sektor manufaktur untuk bangkit dari kondisi kontraksi dan kembali tumbuh positif, serta menjadi kontributor pertumbuhan perekonomian nasional.
“Meski Kemenperin sebagai pembina industri hanya didukung anggaran yang minim, namun sektor manufaktur tetap mampu memberikan kontribusi yang maksimal,” ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Jumat (6/8).
Ia menyampaikan, meskipun mendapat tekanan akibat pandemi Covid-19 yang masuk ke Indonesia sejak 2020, sejumlah subsektor industri tumbuh sangat tinggi pada TW II-2021.
Subsektor tersebut di antaranya industri alat angkutan sebesar 45,70%, diikuti industri logam dasar 18,03%, industri mesin dan perlengkapan 16,35%, industri karet barang dari karet dan plastik 11,72%, serta industri kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar 9,15%.
Sektor manufaktur juga memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada triwulan II -2021, yakni sebesar 17,34%.
Lima besar kontributor PDB di periode ini adalah industri makanan dan minuman sebesar 6,66%, industri kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar 1,96%, industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik sebesar 1,57%, industri alat angkutan 1,46%, serta industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 1,05%.
“Hal ini menunjukkan bahwa industri manufaktur punya peran penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Menperin.
Kinerja ekspor sektor manufaktur pada periode Januari-Juni 2021 tercatat sebesar USD81,06 Miliar dan mendominasi 78,80% total ekspor nasional yang mencapai USD102,87 Miliar. Terjadi surplus pada neraca ekspor-impor periode tersebut sebesar USD8,22 Miliar.
Lima subsektor industri dengan nilai ekspor terbesar adalah industri makanan dan minuman (19,58%), industri logam dasar (13,78%), industri kimia, farmasi dan obat tradisional (9,28%), industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik (7,63%), serta industri tekstil dan pakaian jadi (5,86%).
Geliat sektor industri juga berdampak positif terhadap peningkatan investasi di sektor ini. Pada Januari hingga Juni 2021, investasi sektor manufaktur tercatat sebesar Rp167,1 triliun atau naik 28,94% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Nilai investasi terbesar diberikan oleh industri logam dasar sebesar Rp56,4 triliun, industri makanan dan minuman sebesar Rp35,8 triliun, industri kimia farmasi dan obat tradisional Rp16 triliun, alat angkutan Rp14,7 triliun, serta industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman sebesar Rp8,9 triliun.
Sementara itu, peningkatan produk kendaraan domestik menunjang pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang tumbuh 7,54%. Menperin menyebut kebijakan Pemberian Insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM-DTP) sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan PMTB.
Di samping itu, kebijakan PPnBM-DTP juga turut meningkatkan perdagangan dan meningkatkan penjualan sektor otomotif yang sempat tertekan sangat keras atau termasuk sektor yang hard hit saat pandemi mulai terjadi.
“Pada triwulan II tahun 2020, volume penjualan mobil hanya 24,04 ribu unit, kemudian meningkat menjadi 187,03 ribu unit di triwulan I tahun 2021. Sedangkan pada triwulan II tahun 2021, volume penjualan mobil langsung meningkat hingga 206,44 ribu unit yang secara persentase sebesar 758,68%,” papar Menperin.
Agus juga menyebut, salah satu faktor pendorong pertumbuhan sektor manufaktur adalah kebijakan perpanjangan Pajak Pertambahan Nilai yang Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP) untuk sektor properti. Penjualan properti sendiri meningkat antara 15-20%.
Hal tersebut medukung demand terhadap produk industri manufaktur pendukung sektor properti, terutama industri barang galian non-logam, seperti semen, keramik dan bahan bangunan yang mencapai 8,05%.
Kebijakan Kemenperin untuk pertumbuhan sektor manufaktur
Upaya peningkatan produktivitas sektor manufaktur yang ditempuh Kemenperin antara lain adalah pemberian Izin Opersional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) kepada perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri.
“Kami telah mengimplementasikan IOMKI sejak tahun 2020 atau di awal pandemi hingga hari ini. Kebijakan ini memberikan kepastian kepada industri untuk dapat terus beraktivitas dengan mengedepankan protokol kesehatan,” sebutnya.
Kebijakan lainnya adalah implementasi Kebijakan Harga Gas untuk Industri USD6/MMbtu. Kebijakan ini terbukti mampu meningkatkan utilisasi industri, mempertahankan tenaga kerja, dan diperkirakan akan mampu meningkatkan investasi hingga Rp192 triliun.
Saat ini baru tujuh sektor yang bisa menikmati kebijakan ini, sementara itu Kemenperin sudah melakukan pembicaraan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar bisa diperluas untuk 13 industri lainnya.
“Pada dasarnya kami ingin semua industri bisa memperoleh fasilitas ini karena sangat membantu peningkatan daya saing dan utilisasi industri,” ujar Menperin.
Untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri, Kemenperin juga mendorong kebijakan Program Peningkatan Penguatan Produk Dalam Negeri (P3DN). Saat ini sudah terdapat 13.456 produk industri dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) lebih dari 25% yang masih berlaku sertifikatnya.
“Jumlah tersebut akan terus bertambah karena kami telah mengalokasikan anggaran pada tahun ini untuk membiayai proses sertifikasi TKDN,” paparnya.
Kebijakan ini sejalan dengan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mendorong penguatan industri dalam negeri. Selanjutnya, kebijakan subtitusi impor 35% pada tahun 2022 yang bertujuan menurunkan impor pada industri dengan nilai impor besar, simultan dengan peningkatan utilisasi produski seluruh sektor industri pengolahan.
Substitusi impor juga menyasar peningkatan investasi industri, baik investasi baru maupun perluasan, untuk produk bahan baku dan penolong, serta barang modal.
Terkait Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang dalam delapan bulan sebelumnya selalu berada di atas angka 50 atau di level ekspansif, Menperin menyebutkan bahwa hal tersebut menunjukkan sektor industri tetap optimis. Pada bulan Juni 2021, PMI manufaktur Indonesia masih berada pada angka 53,5.
Namun adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat yang mengakibatkan pembatasan mobilitas membuat PMI terkontraksi di angka 40,1 pada bulan Juli.
“Tapi saya kira resiliensi sektor industri tidak perlu kita khawatirkan. Kita menunggu vaksinasi sektor industri dilaksanakan lebih cepat, sehingga industri bisa melakukan proses produksinya dalam kondisi normal,” jelas Menperin.
Kemenperin bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan melaksanakan vaksinasi industri yang mulai dilakukan pada akhir Juli lalu. Melalui program tersebut, hingga sekitar 5.000 pekerja industri telah mendapatkan vaksinasi. Program ini ditargetkan dapat menjangkau pekerja industri di Jawa dan Bali hingga Oktober 2021.
Menperin memaparkan, faktor turunnya PMI manufaktur Indonesia salah satunya juga berkaitan pengalihan bahan baku oksigen dari industri untuk membantu pasien Covid-19. “Tadinya, sebelum merebaknya Covid-19 varian Delta, rasio oksigen untuk industri dan medis adalah 70%:30%.
Saat ini menjadi 90% untuk medis dan 10% untuk industri, sehingga dampaknya indstri tidak mendapatkan oksigen untuk bahan baku,” lanjutnya.
Sementara itu, Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi mencapai 3-4% pada triwulan III dan 4-5% di triwulan IV 2021. “Tentunya target tersebut bisa tercapai apabila vaksinasi untuk sektor industri, termasuk pekerja industri, bisa berjalan dengan baik,” pungkas Menperin.