JAKARTA, Cobisnis.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meluncurkan program substitusi impor 35% sebagai langkah strategis guna meningkatkan produktivitas dan daya saing industri di tanah air sehingga mendorong upaya pemulihan ekonomi nasional.
“Nilai subtitusi impor yang ditargetkan sebesar Rp152, 83 triliun atau 35% dari potensi impor tahun 2019 yang mencapai Rp434 triliun,” kata Inspektur Jenderal Kemenperin, Masrokhan saat mewakili Menteri Perindustrian pada webinar tentang “Kebijakan Pemerintah dalam Meningkatkan Pertumbuhan Sektor Industri,” Kamis (29/4).
Irjen Kemenperin menyebutkan, upaya-upaya yang akan dilakukan Kemenperin dalam mengakselerasi penurunan impor sekaligus merupakan langkah untuk meningkatkan utilisasi di sektor industri.
Salah satunya adalah pelaksanaan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). “Program ini dinilai dapat memberikan kesempatan kepada industri-industri di Indonesia untuk tumbuh,” ujarnya, seperti dikutip Cobisnis.com dari laman Kemenperin.
Apalagi, potensi dari APBN mencapai Rp607 triliun, yang tediri atas Belanja Barang senilai Rp357,4 triliun dan Belanja Modal Rp250,3 triliun.
“Sejak Timnas P3DN diluncurkan pada tahun 2018, Kemenperin telah mengeluarkan sertifikat TKDN untuk lebih dari 10.000 produk. Tentunya ke depan kami akan akselerasi ini,” imbuhnya.
Kebijakan lainnya yang bisa menjadi pengungkit, yakni penurunan harga gas industri. Pada tahun 2020, terdapat 176 perusahaan dari tujuh sektor tersebut yang mendapat fasilitas tersebut.
“Dengan adanya fasilitasi ini, beberapa perusahaan mulai merencanakan untuk memperbarui teknologi agar dapat memanfaatkan gas bumi dengan lebih efisien,” ungkap Masrokhan.
Selain itu, terkait implementasi kebijakan harga gas industri tersebut, di Jawa bagian barat telah tercover 100%, sedangkan Jawa bagian timur baru 82%. Sementara itu, di wilayah Sumatera bagian utara dan Sumatera sekitar 20-30%.
“Kami menargetkan agar sektor penerima kebijakan penurunan harga gas ini dapat bertambah dan coverage-nya makin meningkat,” tegasnya.
Masrokhan menyampaikan, upaya hilirisasi industri juga ditempuh lewat pengembangan industri smelter, seperti smelter nikel, nikel kobalt, alumunium, tembaga dan besi baja.
Saat ini, secara total Indonesia sudah punya sebanyak 30 smelter yang beroperasi, sedangkan yang tahap konstruksi sekitar 20 smelter, dan dalam tahap feasibility study ada sembilan smelter.
“Seluruhnya kami dorong demi penguatan hilirasi industri pertambangan dan memperkokoh struktur industri,” ujarnya. Implikasi dari kebijakan ini, di antaranya adalah sektor industri logam dasar pada tahun 2020 tumbuh 5,87%, ekspornya ikut tumbuh hingga 30%, dan menyumbang devisa negara sebesar USD22 Miliar.
“Oleh karena itu, pada tahun 2021 kami akan lanjutkan tren positif ini, apalagi rencana hilirisasi industri ini akan juga memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen baterai untuk kendaraan listrik,” tandasnya.
Kebijakan berikutnya, Kemenperin terus terlibat aktif dalam program Bangga Buatan Indonesia. Manfaatnya antara lain menciptakan nilai tambah bagi sektor industri kecil menengah (IKM), meningkatkan permintaan terhadap produk IKM, dan meningkatkan jumlah IKM yang on-boarding.
“Pada bulan Mei 2021, Kemenperin akan meluncurkan Festival Joglosemar yang menampilkan para pelaku IKM terbaik dari daerah Jogja, Solo, dan Semarang. Acara tersebut akan diisi dengan webinar, bimbingan teknis dan pelatihan bagi IKM,” pungkasnya.