Cobisnis.com – Di saat Bank Indonesia (BI) sudah habis-habisan mencurahkan berbagai keringanan demi mendorong perekonomian berputar, namun seolah ada yang menusuk dari belakang yaitu perbankan.
Karena dari sisi suku bunga kredit bank tidak melangkah bersama dengan penurunan suku bunga acuan BI yang terus turun habis-habisan.
Data Bank Indonesia menunjukkan bagaimana sejak Juni 2019 perbankan sangat responsif ikut menurunkan bunga deposito hingga 225 basis poin mengikuti kebijakan BI.
Tapi tidak dengan suku bunga kreditnya yang hanya bergerak merayap pelan. Ini ironis mengingat usaha totalitas BI yang terus mencoba memberikan berbagai stimulus dari baik dari sisi supply dan demand.
“Kalau dilihat secara jangka panjang suku bunga BI turun selalu diikuti suku bunga deposito. Penurunannya 225 basis poin sejak Juni 2019. Penurunan deposito selalu hampir sama dengan BI dan sangat responsif. Tapi suku bunga kreditnya sangat rigid dan spread meningkat mengalami pelebaran. Ini artinya bank coba cari keuntungan besar saat seperti ini,” ujar Asisten Gubernur BI bidang Stabilitas Sistem Keuangan dan Kebijakan Makroprudensial Juda Agung dalam sesi webinar dengan jurnalis hari ini di Jakarta.
Sebagai informasi, penurunan suku bunga kredit bank masih terbatas, atau hanya sebesar 83 bps ke level 9,70% selama tahun 2020.
Maka dari itu, dia meminta para bank untuk bisa menyesuaikan suku bunga kreditnya. Sebab, dengan masih tingginya bunga kredit maka tidak maksimal mendorong perekonomian berputar.
“Dengan suku bunga turun harusnya mendorong ekonomi segera pulih, tapi justru spreadnya naik. Ini jadi salah satu faktor orang masih ragu-ragu untuk meminta kredit dari bank karena suku bunganya masih cukup tinggi,” kata dia.
Kebijakan BI terbaru ingin mendorong minat belanja masyarakat khususnya di sektor properti dan otomotif.
BI melonggarkan ketentuan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjadi paling sedikit 0 persen untuk semua jenis kendaraaan bermotor baru. Ini berlaku efektif 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021.
BI juga melonggarkan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) Kredit/Pembiayaan Properti menjadi paling tinggi 100 persen untuk semua jenis properti (rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan), bagi bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF tertentu, dan menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti.
Ini akan berlaku efektif 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021.