Cobisnis.com – Anggota Komisi V DPR Suryadi Jaya Purnama mengatakan insiden jatuhnya Sriwijaya Air SJY 182 harus menjadi dasar evaluasi bagi seluruh maskapai penerbangan. Insiden jatuhnya pesawat ini berpotensi memukul lebih jauh industri transportasi udara yang sudah mengalami penurunan sejak pandemi Covid-19.
“Proses investigasi terhadap penyebab jatuhnya pesawat dapat segera dilakukan dan rekomendasi perbaikan dari KNKT dapat segera diberikan untuk menghindari kecelakaan lainnya,” kata Suryadi dalam siaran pers, Minggu (10 Januari 2021).
Beberapa waktu lalu Boeing sempat mengeluarkan peringatan terkait pesawat Boeing 737-500 yang telah diparkir selama tujuh hari berturut-turut rawan mengalami mati mesin di udara akibat korosi pada katup udaranya. Menurut Suryadi, hal ini patut menjadi perhatian serius.
Selain itu, perangkat ELT yang tidak memancarkan sinyal di insiden Sriwijaya Air menjadi pertanyaan selanjutnya yang harus dijawab dalam investigasi. Sebab, perangkat ini seharusnya berfungsi secara otomatis ketika terjadi benturan atau apabila terendam air.
“Semua ini harus dapat dipertanggungjawabkan dan dibuktikan oleh pihak maskapai bahwa pesawat (yang jatuh) tersebut telah dilakukan perawatan sebagaimana mestinya. Walaupun tentunya faktor-faktor lain seperti faktor cuaca juga harus diinvestigasi, apakah turut berkonstribusi terhadap kecelakaan ini. Karena biasanya kecelakaan pesawat merupakan rangkaian dari beberapa kejadian, sehingga tidak disebabkan oleh satu faktor saja,” jelas Suryadi.
Pemerintah Tak Tegas
Faktor kebijakan atau regulasi juga tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kejadian ini. Suryadi menyebut banyak contoh ketidaktegasan Pemerintah terhadap maskapai penerbangan. Misalnya terkait masalah kompensasi kecelakaan pesawat Lion Air JT610 yang tidak kunjung selesai, hingga terjadinya kecelakaan Sriwijaya Air sebagai bukti lemahnya kontrol Pemerintah terhadap maskapai.
Kemudian berlakunya UU No.11 tahun 2020 Cipta Kerja yang banyak menghapus pasal-pasal di dalam UU No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Salah satu contohnya adalah pengubahan Pasal 118 ayat 1 huruf f yang tadinya mewajibkan angkutan udara niaga untuk melaporkan kegiatan angkutan udara setiap bulan, sekarang tidak lagi disebutkan secara pasti jangka waktunya.
“Padahal untuk angkutan udara bukan niaga pada Pasal 118 ayat 3 huruf c jangka waktu pelaporan tidak diubah tetap setiap bulan. Hal ini semakin menegaskan bahwa kontrol dan pengawasan Pemerintah sangat lemah terhadap maskapai penerbangan,” ujarnya.
Suryadi berharap jatuhnya pesawat Boeing 737-500 Sriwijaya Air SJY 182 harus menjadi dasar evaluasi bagi seluruh maskapai penerbangan. Ke depannya selalu berhati-hati dalam melakukan kegiatan penerbangan dengan memperhatikan faktor cuaca dan selalu melakukan perawatan pesawat sesuai ketentuan yang berlaku sehingga pesawat dapat benar-benar terkondisikan untuk laik terbang.
“Kami juga berharap Pemerintah mengawasi secara ketat dan bertindak tegas apabila terdapat maskapai penerbangan yang tidak beroperasi sesuai dengan ketentuan, dan hal ini bisa dimulai dengan cara segera menyelesaikan masalah kompensasi terhadap ahli waris kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang masih belum selesai,” jelasnya.
Selain itu, dengan segera dilakukannya investigasi dan dikeluarkannya rekomendasi dari KNKT, diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat dan membantu industri angkutan udara agar tidak merosot lebih jauh di masa pandemi ini.