Cobisnis.com – Direktur Penelitian di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Berly Martawardaya, mengatakan Indonesia berpeluang besar mendapatkan keuntungan dari RCEP dengan syarat segera melakukan pembenahan, terutama dalam hal izin usaha (Ease of Doing Business/EoDB) dan daya saing bisnis.
“Karena bisnis dilakukan berdasarkan hitung-hitungan […] jadi harus dua arah, yakni kita terlibat dengan deal yang berpotensi menguntungkan bagi Indonesia dan kita juga tidak lupa untuk berbenah,” kata Berly dilansir Antara, Minggu (15 November 2020).
RCEP adalah kesepakatan dagang negara-negara ASEAN dengan lima mitra eksternal yakni China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. RCEP menjadi perjanjian dagang terbesar karena mencakup 30% populasi global dan 30% produk domestik bruto (PDB) dunia.
Dengan pembebasan tarif perdagangan di kawasan Asia Pasifik, posisi Indonesia paling memungkinkan merebut peluang investasi dari China, salah satu negara ekonomi terbesar dunia saat ini.
“Magnet utama memang masih China, namun sekarang banyak perusahaan multinasional menghindari excess exposure, agar jangan sampai hanya berinvestasi di satu negara, sehingga tidak terlalu terpengaruh jika ada country-specific shocks,” ujar Berly.
“Dan ini yang diharapkan bisa kita tarik masuk ke Indonesia,” kata dia menambahkan.
Data Bank Dunia menyatakan indeks kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) Indonesia berada di urutan 73 pada tahun 2020. Salah satu alat ukur yang digunakan EoDB adalah kemudahan dalam regulasi bisnis di 190 negara.
EoDB China berada pada peringkat 31, naik drastis dari posisi 78 di tahun 2018. Beberapa negara ASEAN juga menempati peringkat tinggi, misalnya Singapura di posisi ke-2 dan Malaysia peringkat ke-12.