Cobisnis.com – Twitter pada Jumat (9 Oktober 2020) mengumumkan serangkaian kebijakan baru yang bertujuan untuk melawan hoax dan potensi penyebaran informasi yang salah (disinformasi) terkait Pilpres AS.
Mulai 20 Oktober, pengguna Twitter akan diminta untuk menambahkan komentar mereka sendiri sebelum me-retweet posting, yang pada dasarnya memperlambat pengguna dari memperkuat (amplifikasi) tweet. Perubahan itu akan berlangsung setidaknya hingga Hari H Pemilu 3 November 2020.
Twitter juga akan mengubah apa-apa yang muncul di garis waktu (timeline) dan tren (trends), menghapus postingan yang direkomendasikan dari orang yang tidak diikuti pengguna.
Trends hanya akan muncul di tab “Untuk Anda” jika memiliki konteks tambahan yang menyertainya.
Dua eksekutif Twitter, Vijaya Gadde dan Kayvon Beykpour, dalam postingan blog perusahaan mengatakan Twitter memiliki peran penting dalam melindungi integritas percakapan terkait pemilu, dan mendorong kandidat, tim kampanye, media massa, serta pemilih untuk menggunakan Twitter secara terhormat.
“Sekaligus mengakui tanggung jawab kolektif Twitter kepada para pemilih untuk menjamin demokrasi yang aman, adil, dan sah pada November nanti,” demikian keterangan eksekutif Twitter, Jumat (9 Oktober 2020).
Twitter juga menambahkan label baru untuk menyembunyikan tweet menyesatkan yang berasal dari akun-akun populer. Jika pengguna mencoba membagikan konten yang telah ditandai Twitter sebagai palsu (hoax), pemberitahuan akan memperingatkan bahwa mereka akan membagikan informasi yang tidak akurat.
Untuk melawan penyebaran kabar tentang kemenangan pemilu prematur, atau kemunculan survei pemenang sebelum pemilu dilaksanakan, Twitter bakal menyertakan label tertentu dan langsung mengarahkan pengguna ke halaman resmi pemilu Twitter.
Setiap tweet terkait pemilu yang mendorong campur tangan pihak tidak sah ke dalam proses pemungutan suara, terutama jika menyertakan seruan untuk melakukan kekerasan, “Semua itu akan dihapus,” tegas Twitter.
Sebagian besar perubahan kebijakan ini hanya bersifat sementara, dan akan berakhir pada sesaat setelah pemilihan umum berlangsung.
Kebijakan ini mengantisipasi terulangnya kejadian di Pilpres 2016, dimana pemilu AS diintervensi oleh pihak asing. Ketika itu banyak pengguna media sosial menyebarkan konten berbahaya dan menyesatkan dengan mudah.
Facebook berjanji untuk tidak menerima iklan politik sepekan sebelum pemilihan, atau baru akan menjalankan iklan tersebut setelah pemungutan suara ditutup. Sayangnya Facebook tidak memeriksa fakta iklan politik.
Senada, Google juga mengatakan bakal melakukan pembekuan serupa pada iklan terkait pemilu setelah 3 November.