JAKARTA,Cobisnis.com – Undang-Undang No.4 Tahun 2023 memberikan kepastian hukum bagi penyelenggara industri Inovasi Teknologi Sektor Jasa Keuangan (ITSK) di Indonesia.Bagi pelaku usaha ITSK, Undang-undang ini dikeluarkan pada saat yang tepat ketika inovasi layanan keuangan digital semakin banyak diadopsi oleh masyarakat. Hal ini menguatkan
Kadin Indonesia dalam mendukung agenda transformasi digital nasional dan turut memberikan perhatian kepada implementasi dari UU PPSK ini.
Industri ITSK di Indonesia mengalami pengembangan yang sangat pesat, hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan transaksi uang elektronik. Bank Indonesia (BI) mencatat nilai transaksi Uang Elektronik (UE) pada April 2023 meningkat sebesar 9,00% yoy sehingga mencapai Rp37,4 triliun.
Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan total dana yang disalurkan Layanan Pendanaan Bersama atau Peer to Peer (P2P) Lending mencapai Rp 19,74 triliun pada Maret 2023 atau tumbuh 8,29% (y-o-y). Total penerima pendanaan pada periode yang sama adalah sejumlah 14,3 juta entitas dengan 39,97% alokasi pendanaan bagi sektor produktif.
Tren peningkatan juga ada di layanan investasi berbasis teknologi. Menurut Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), jumlah investor aset digital di Indonesia pada periode Maret 2023 mencapai 17,14 juta dengan nilai transaksi sebesar Rp 12,54 triliun.
Menarik untuk dicatat bahwa jumlah investor di pasar modal pada periode yang sama baru mencapai 10,88 juta jiwa.
Bukan hanya itu saja, optimisme perkembangan industri ITSK sekarang dan di masa depan penyusunan dan implementasi UU PPSK. Hal itu dikatakan Pandu Sjahrir, Kepala Badan
Pengembangan Keuangan Digital atau BPKD Kadin Indonesia dalam kegiatan
“Sosialisasi UU PPSK bagi Pelaku Usaha ITSK & Perkembangan Penyusunan Peraturan Turunannya,” Selasa (13/6/2023) di Jakarta.
“Pengesahan Undang-Undang PPSK merupakan langkah penting dalam mendorong pertumbuhan sektor keuangan dan memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha ITSK di Indonesia,” jelas Pandu yang juga Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH).
Selain itu, hal paling pentingnya, sosialisasi UU PPSK ini diharapkan dapat membangun kolaborasi yang kuat antara pelaku usaha ITSK dan sektor jasa keuangan, dalam rangka menciptakan integrasi serta meningkatkan daya saing sektor jasa keuangan Indonesia.
Reformasi Sektor Layanan Keuangan
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan UU PPSK menjadi salah satu legacy Presiden Jokowi untuk menuju Indonesia Emas 2045 seperti yang selama ini dicita-citakan. Lebih lanjut, Sri
Mulyani menambahkan, UU PPSK punya sejarah panjang dalam proses pembentukannya yang saat itu berbarengan dengan pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR.
“Urgensi dari UU PPSK untuk mengakomodir kebutuhan industri keuangan bank dan nonbank
saat ini. Mulai dari Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), hingga pemain industri perbankan. Jadi, kita ini banyak UU di sektor keuangan warisan dulu yang tidak lagi relevan, terlebih lagi saat krisis ekonomi 1998. Jadi, ini keniscayaan untuk
merevisinya,” kata Sri Mulyani.
Menkeu Sri Mulyani juga mengatakan banyak UU yang muncul karena krisis. Ia melihat,Crisis is actually sehingga mengeluarkan atau memaksa dengan respons peraturan baru. Ia mengambil contoh tahun ’98 dan ’99 sebagai the biggest financial crisis di Indonesia dan Asia.
Dari kejadian itu, UU Perbankan diperbarui karena ada krisis perbankan, pun dengan UU Bank Indonesia.
Selain Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga jadi lembaga independen saat krisis ekonomi 1998. Setelah semua itu, kini dunia dihadapkan pada pandemi Covid-19 sehingga pemerintah melihat perlu adanya perubahan UU di sektor keuangan lantaran sektor digital teknologi makin memberi influence dari sektor keuangan. Lahirnya UU PPSK.
“Kami sudah memberikan legacy bapak dalam 10 tahun ke depan banyak fondasi, misalnya UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan). Ini salah satu fondasi yang kami sampaikan,the biggest challenge Indonesia maju menjadi Indonesia emas. Bapak sampaikan 2045 belum mampu berkembang secara cepat & dangkal. Tapi jadi pemikiran awal,” lanjutnya.
Menkeu Sri Mulyani meminta Kadin Indonesia membantu pemerintah mencapai Indonesia 2045, karena saat itu banyak bonus demografi dan akan naik dari negara berpendapatan menengah ke atas (middle upper) jadi negara berpendapatan ke atas (high income).
“Utamanya diperkuat atau dibantu di sektor keuangan nonbank yang masih tertinggal jauh.
Intermediasi antara mereka yang menabung di bank dan investasi masih terbatas. Jadi kita akan melihat indikator sukses volume deepening, diversity, majority dari institusi pelaku usaha
maupun regulator. Itupun below 50 persen. Fintech sebagai industri teknologi digital, literasi hanya 10 persen. Produk dikenal teknologi digital penetrasi keputusan individu what they are decide, ini banyak sekali excess-excess ke depan,” terangnya.
Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), Triyono dalam kegiatan ini mengatakan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) memberikan penegasan pentingnya menciptakan keseimbangan antara upaya mendorong inovasi dan mitigasi risiko dalam pengembangan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK).
Selain itu, P2SK juga memberikan fondasi yang kuat untuk perkembangan industri ITSK di Indonesia, terutama melalui penguatan 4 (empat) pilar utama, yaitu:
1. Pertama, penguatan peran Asosiasi ITSK dalam melaksanakan pembinaan dan
pemantauan terhadap setiap penyelenggara ITSK yang terdaftar sebagai anggota asosiasi tersebut sejalan dengan fungsi dan tugas yang diamanatkan oleh Otoritas.
2. Kedua, penguatan Otoritas pengawas ITSK, yang hanya terbatas pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI), dalam menjalankan fungsi pengawasan dan pengaturan industri ini.
3. Ketiga, penguatan kepastian hukum bagi penyelenggara ITSK, memberikan
perlindungan hukum yang jelas dan definitif yang membantu mengembangkan inovasi sektor jasa keuangan di Indonesia.
4. Terakhir, P2SK menekankan pentingnya penguatan perlindungan konsumen,
menjamin bahwa hak dan kepentingan konsumen tetap terlindungi seiring dengan
inovasi dan perkembangan dalam sektor ini.
Sementara itu, Asisten Gubernur, Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia Dicky Kartikoyono [1] yang juga hadir dalam kegiatan sosialisasi ini
mengatakan UU PPSK merupakan milestone penting bagi reformasi sektor keuangan serta memiliki peran strategis dalam upaya mengakselerasi inklusi ekonomi dan keuangan digital,
termasuk memperkuat mandat bank sentral dalam melakukan tugasnya di era digital.
“UU PPSK semakin memperkuat reformasi pengaturan sistem pembayaran yang telah
dilakukan Bank Indonesia dalam menavigasi perkembangan digitalisasi untuk mendorong pengembangan inovasi dan meningkatkan interkoneksi dan interoperabilitas bersinergi dengan industri antara lain melalui standardisasi, serta mendukung kompetisi yang sehat dan memastikan stabilitas penyelenggaraan sistem pembayaran.
Inklusi keuangan bisa membantu meningkatkan kesejahteraan, yakni dengan perluasan akses kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kehadiran UU PPSK ini
menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas layanan keuangan digital, terutama melalui inovasi tekfin ditambah sinergi pemerintah dan pelaku usaha,” jelasnya.
BI, kata Dicky, berpesan bahwa pelaku usaha baik bank maupun lembaga selain bank harus dapat mencari titik keseimbangan antara pengembangan inovasi dan mitigasi risiko untuk
dapat mengoptimalkan manfaat digitalisasi di sektor keuangan dengan memperhatikan pendekatan pengaturan yang mengedepankan activity-based, risk-based dan principlebased.
Kegiatan sosialisasi ini diharapkan juga bisa meningkatkan pemahaman dan memberikan informasi anggota Kadin Indonesia yang bergerak di sektor ITSK terkait kepatuhan terhadap regulasi dan pengembangan peraturan turunan dari UU PPSK untuk bab ITSK serta mendorong sinergi antara pelaku industri dan pemerintah dalam meningkatkan daya saing ekosistem layanan keuangan digital Indonesia