JAKARTA, Cobisnis.com – Perusahaan teknologi terkenal dari Jepang, Toshiba, menghadapi tantangan keuangan yang serius. Setelah menjadi bagian dari Bursa Efek Tokyo selama 74 tahun, Toshiba akhirnya dihapus dari daftar perusahaan terdaftar di bursa saham tersebut. Namun, apakah benar Toshiba mengalami kebangkrutan?
Menurut laporan dari BBC pada Minggu (25/2/2024), masalah keuangan Toshiba dimulai sejak tahun 2015 ketika kasus pelanggaran akuntansi mulai terungkap di berbagai divisi perusahaan, termasuk yang melibatkan manajemen puncak. Selama tujuh tahun, Toshiba terlibat dalam manipulasi laporan keuangan dengan cara membesar-besarkan laba perusahaan sekitar 1,59 miliar dolar AS atau sekitar 1,25 miliar yen (setara dengan sekitar Rp 24,79 triliun). Baru pada tahun 2020, kecurangan dalam praktik akuntansi ini terungkap.
Selain itu, ada tuduhan terkait tata kelola perusahaan dan pengambilan keputusan yang tidak sesuai prosedur oleh pemegang saham. Hasil investigasi tahun 2021 menemukan adanya kolusi antara Toshiba dan Kementerian Perdagangan Jepang untuk menekan kepentingan investor asing, karena Kementerian menganggap Toshiba sebagai aset strategis.
Masalah bertambah setelah pada akhir tahun 2016, Toshiba mengalami kerugian besar akibat investasi di pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di AS melalui Westinghouse Electric. Sayangnya, tiga bulan kemudian, Westinghouse Electric menyatakan kebangkrutan, meninggalkan Toshiba dengan utang lebih dari 6 miliar dolar AS dari proyek tersebut.
Dalam upaya mengatasi masalah keuangan yang serius, Toshiba terpaksa menjual beberapa lini bisnisnya termasuk telepon seluler, produsen peralatan medis, dan barang-barang rumah tangga. Mereka bahkan harus melepas divisi pembuatan chip mereka, Toshiba Memory, yang sebelumnya sangat menguntungkan.
Meskipun mendapatkan suntikan dana sebesar 5,4 miliar dolar AS pada akhir tahun 2017 dari investor asing, situasi perusahaan semakin rumit. Masuknya investor asing menguatkan posisi mereka sebagai pemegang saham, yang memicu perseteruan internal dan debat panjang terkait arah bisnis perusahaan.
Dalam upaya mengatasi masalah ini, Toshiba membentuk sebuah komite untuk mengevaluasi kemungkinan penjualan sebagian saham dari anak perusahaan mereka ke pihak lain.