JAKARTA, Cobisnis.com – Presiden Donald Trump kembali tampil dalam acara bergaya kampanye pada Selasa malam, penuh energi dan humor khasnya, namun masih dinilai gagal merasakan langsung penderitaan warga Amerika yang dihantui tingginya biaya hidup. Para Republikan yang rentan kekalahan sebenarnya telah lama berharap Trump menunjukkan empati terhadap beratnya membayar sewa, membeli kebutuhan pokok, dan mengakses layanan kesehatan. Meski ia sempat mengatakan bahwa prioritas utamanya adalah “membuat Amerika terjangkau kembali,” pidatonya lebih banyak diisi retorika dan hiburan ketimbang solusi nyata.
Trump menolak disalahkan atas harga yang melambung, meski perang tarif global di masa pemerintahannya membuat barang impor lebih mahal. Ia menyalahkan Demokrat atas kenaikan harga, sekaligus mengklaim tanpa bukti bahwa harga-harga sudah turun karena kebijakannya. Namun pesan inti tersebut tenggelam di antara satu setengah jam pidatonya yang penuh lelucon, julukan untuk Joe Biden, sindiran terhadap energi angin, serta berbagai aksi teatrikal ala kampanye.
Kontras dengan kondisi warganya, Trump justru menggambarkan Amerika sebagai “negara terpanas di dunia” dan memamerkan grafik yang diklaim menunjukkan kenaikan upah dan penurunan harga pangan. Ia menyindir Demokrat yang membahas isu keterjangkauan dengan perumpamaan “Bonnie dan Clyde bicara soal keamanan publik,” namun tak menawarkan rencana baru untuk menurunkan biaya hidup, termasuk subsidi ACA yang akan berakhir dan berpotensi menggandakan premi banyak warga Amerika.
Padahal, jajak pendapat menunjukkan kepercayaan publik terhadap kemampuan Trump mengelola ekonomi telah merosot. Kepercayaan konsumen mendekati titik terendah, dan sebagian besar harga barang tidak turun signifikan sejak ia kembali menjabat. Warga seperti Lynn Weidner, seorang Republikan seumur hidup dari Pennsylvania, mengaku bingung dengan kontradiksi Trump yang sebelumnya berjanji membuat harga terjangkau, tetapi kemudian menyebut isu keterjangkauan sebagai “hoaks.”
Kondisi ekonomi yang dirasakan masyarakat ini dapat menjadi sangat krusial menjelang pemilu paruh waktu tahun depan, terutama di wilayah seperti Monroe County, tempat Trump tampil dan hanya menang tipis pada 2024. Pernyataan Trump sebelumnya bahwa ia memberi dirinya nilai “A-plus-plus-plus-plus-plus” untuk kinerja ekonomi berpotensi menjadi bumerang jika Republikan kehilangan kendali atas DPR.
Sejak kembali ke Gedung Putih, Trump dianggap lebih jauh dari rakyat, lebih betah menghabiskan waktu bersama para miliarder di Mar-a-Lago, dan fokus pada proyek seperti ballroom baru di Gedung Putih dan ambisi transformasi Bandara Dulles. Hal ini menciptakan citra presiden yang terputus dari realitas warga yang berjuang membayar kebutuhan dasar.
Dalam kunjungannya ke Pennsylvania, Trump menyoroti sebagian dari kebijakan domestiknya, seperti pembebasan pajak untuk tip dan prediksi kenaikan gaji dari reformasi perpajakan. Ia juga membanggakan investasi asing besar yang ia klaim masuk ke AS, termasuk dari Hyundai dan Rolls-Royce. Meski investasi tersebut menjanjikan, para pakar memperingatkan bahwa perang tarif Trump dan ketidakpastian kebijakan justru dapat menekan pertumbuhan dan investasi dalam jangka panjang, bahkan bisa meniru dampak ekonomi Brexit.
Tetap saja, Trump merayakan kunjungan tersebut sebagai “10 bulan terbaik dalam sejarah kepresidenan,” menikmati sorak sorai pendukung, dan mengakui dirinya hampir tidak membaca teleprompter. Namun di balik energi panggungnya, kritik bahwa ia gagal merasakan penderitaan ekonomi rakyat Amerika semakin menguat.














