JAKARTA,Cobisnis.com – Indonesia dianggap memiliki target yang sangat ambisius dalam agenda transisi energi. Disebutkan bahwa penggunaan sumber energi terbarukan diharapkan bisa mencapai level 23 persen pada 2025 mendatang. Sedangkan, porsi energi ramah lingkungan pada saat ini baru sekitar 10 persen.
Demikian pertanyaan yang diajukan kepada Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Nicke Widyawati dalam diskusi bertajuk Green Infrastructure and Resilient Supply Chain yang merupakan bagian dari rangkaian agenda KTT ASEAN pekan ini di Jakarta.
Menanggapi hal tersebut Nicke menjelaskan Indonesia memiliki target untuk mencapai target net zero emission. Kata dia, Indonesia sebagai negara berkembang juga membutuhkan energi sebagai katalis untuk menggerakan ekonomi.
“Apa yang kami lakukan sekarang adalah bagaimana mengamankan pasokan energi. Pertamina, yang memiliki mandat penyediaan energi nasional, harus memastikan keamanan energi ini. Tapi di satu sisi kami juga harus mendukung program pemerintah. Oleh karena itu kami memiliki tiga agenda dalam mencapai target tersebut,” ujarnya pada Rabu, 6 September.
Pertama, sambung Nicke, memastikan proses bisnis ke depan dengan cara yang berbeda (ramah lingkungan). Dalam hal ini pertamina bakal mengambil inisiatif untuk langkah-langkah dekarbonisasi.
“Kami akan mengambil langkah pemurnian/pengolahan minyak agar (produk yang dihasilkan) lebih ramah lingkungan,” tuturnya.
Kedua, adalah pengembangan sumber energi panas bumi (geothermal). Serta yang ketiga adalah optimalisasi teknologi Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS).
Sebagai informasi, metode terakhir yang disebutkan Nicke adalah implementasi teknologi dalam upaya menekan emisi karbon lewat penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon. Teknologi tersebut diyakini bisa menghasilkan produk precipitated calcium carbonate (PCC).
“Jangan lupa juga Indonesia adalah penghasil nikel (bahan baku baterai kendaraan listrik) terbesar di dunia. Kami juga punya hutan terluas kedua di dunia. Jadi itulah tiga agenda yang bisa mendorong transisi energi di Indonesia secara paralel,” tegas dia.