JAKARTA, Cobisnis.com – Untuk mencapai Visi Indonesia Maju 2045, Indonesia melakukan berbagai agenda reformasi dalam lingkup reformasi struktural (sektor riil), reformasi fiskal, reformasi sistem keuangan, serta reformasi tata kelola negara.
Peluang bonus demografi yang diperoleh Indonesia saat ini menjadi momentum penting reformasi struktural yang didukung reformasi fiskal untuk penguatan fondasi ekonomi dan daya saing.
Bonus demografi juga memberikan peluang reformasi fiskal melalui momentum pertumbuhan kelas menengah dalam berkontribusi terhadap penerimaan negara di masa depan.
“Bonus demografi yang dinikmati Indonesia ini tidak terjadi selama-lamanya. Pada suatu saat Indonesia juga akan mengalami aging population. Oleh karena itu, sebelum terjadinya masa tersebut kita perlu terus melakukan dan bekerja keras melakukan reformasi-reformasi yang membangun fondasi sehingga ekonomi Indonesia bisa memiliki tingkat produktivitas dan kemampuan untuk terus tumbuh secara berkeadilan,” jelas Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.
APBN sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal memiliki fungsi dalam mengalokasikan anggaran negara secara efektif, efisien dan adil; melakukan stabilisasi fundamental perekonomian nasional (termasuk counter-cyclical); dan melakukan distribusi aspek penerimaan negara secara adil dan merata.
Untuk menjalankan fungsi APBN tersebut secara optimal, Pemerintah melakukan reformasi fiskal yang terdiri dari reformasi perpajakan, peningkatan kualitas belanja (spending better) dan pembiayaan yang inovatif.
“Sistem perpajakan yang baik berdasarkan praktek-praktek internasional yang baik adalah perpajakan yang bisa menciptakan netralitas (artinya distorsi yang muncul akibat pajak tidak menimbulkan sebuah distorsi yang menuju pada kegiatan yang tidak produktif). Perpajakan yang baik sistemnya harus efisien dimana biaya untuk mencapai kepatuhan atau compliance cost-nya harus seminimal mungkin,” terangnya.
Menkeu melanjutkan bahwa sistem perpajakan yang baik juga harus menciptakan stabilitas dimana penerimaan pajak itu memadai, terjaga, dan berkelanjutan. Sistem perpajakan juga perlu untuk memberikan kepastian dan kesederhanaan dimana administrasi perpajakan tidak boleh rumit, harus semakin mudah, simpel, sederhana, dan memberikan kepastian hukum.
Sistem perpajakan yang baik juga harus merupakan sistem yang memberikan efektivitas dan keadilan dimana instrumen kebijakan bisa menciptakan redistribusi dari sumber daya yang semakin seimbang dan semakin baik.
“Dan terakhir, sistem perpajakan yang baik adalah yang sifatnya fleksibel, karena dunia berubah, tadi dari demografi, belum dari teknologi, belum dari sisi globalisasi, dan juga dari berbagai aspek-aspek lain seperti terjadinya seperti natural disaster seperti pandemi Covid,” pungkas Menkeu.