Cobisnis.com – Pengamat ekonomi dari INDEF, Bhima Yudhistira, mengingatkan pembentukan holding asuransi BUMN jangan sampai mengulang kesalahan Jiwasraya, yakni menawarkan produk asuransi berbalut investasi dengan iming-iming imbalan hasil yang tidak rasional. Tapi, bukan berarti tidak boleh menerbitkan produk sejenis unit link lagi.
“Dalam hal ini yang jadi catatan adalah tata kelola dana nasabah harus lebih prudent dan sistem internal diawasi secara ketat,” ujar Bhima di Jakarta, Selasa (20 Oktober 2020).
Dia juga optimistis prospek bisnis asuransi jiwa di Indonesia masih cukup besar karena penetrasi masih di bawah 5%. Selain itu, harapannya agar BUMN Asuransi tidak jago kandang, tapi juga bisa bermain di pasar luar negeri.
“Setelah ratifikasi AFAS tentunya peluang BUMN asuransi untuk ekspansi ke Malaysia, Thailand, dan Vietnam perlu didorong,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Togar Pasaribu, mengatakan direksi Indonesia Financial Group atau IFG life harus punya hitungan bisnis untuk jumlah premi yang masuk, jumlah diinvestasikan, beban, berapa cadangan, berapa kemampuan di tahun pertama atau kedua dan berikutnya.
“Jadi harus ada kejelasan perencanaan hingga pembayaran. Karena mereka punya ahlinya,” ujar Togar.
Di sisi lain, kata dia, pemilik polis juga harus memahami skema bisnis asuransi walaupun sulit karena sudah terlanjur emosi. Mungkin saja ada yang butuh untuk berobat atau dana sekolah anaknya.
“Saya sendiri juga paham bila di kondisi seperti itu. Sekarang selain sulit juga ada pandemi Covid-19 sehingga semuanya semakin berat,” ujarnya.
Kemudian, yang harus diperhatikan adalah siapa direksi yang akan ditunjuk disana dan seberapa piawai dalam mengelola dana.
“Nanti Jiwasraya akan non-aktifkan. Jadi tergantung siapa direksi perusahaan baru tersebut, apakah dari Jiwasraya atau bukan. Kita lihat seberapa piawai mereka mengembangkan dana PMN. Akan sangat sulit untuk mengandalkan pemasukan premi saja,” jelas Togar.