NUSA DUA, Cobisnis.com – Di tengah fluktuasi perdagangan internasional dan tekanan geopolitik yang kian tajam, Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) menyerukan perlunya reposisi narasi global kelapa sawit.
Sekretaris Jenderal CPOPC, Izzana Salleh, menegaskan bahwa sawit seharusnya tidak lagi dilihat sekadar sebagai komoditas kontroversial, tetapi sebagai penopang utama ketahanan pangan dunia, transisi energi hijau, dan pembangunan pedesaan berkelanjutan.
“Sudah saatnya kelapa sawit dipandang bukan sebagai masalah, melainkan bagian dari solusi global,” ujar Izzana di gelaran IPOC 2025 yang diselenggarakan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kamis (13/11/2025).
Menurut Izzana, untuk memperkuat posisi strategis sawit di pasar global, terdapat tiga strategi krusial yang perlu dijalankan bersama oleh negara produsen dan pelaku industri.
Pertama, dibutuhkan kesatuan narasi dan komunikasi kolektif di antara seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, pelaku industri, hingga lembaga internasional, guna membangun konsistensi, kredibilitas, dan posisi tawar bersama.
Kolaborasi lintas negara produsen seperti Indonesia dan Malaysia menjadi kunci dalam membentuk suara tunggal menghadapi kampanye negatif di pasar global.
Kedua, Izzana menekankan pentingnya evolusi sistem sertifikasi keberlanjutan. Ia menilai bahwa keberlanjutan seharusnya tidak hanya dinilai dari aspek kepatuhan administratif, tetapi juga sebagai bentuk pengakuan atas kemajuan nyata dalam praktik berkelanjutan di lapangan.
“Perlu ada perubahan paradigma, dari sekadar mengawasi menjadi mengapresiasi,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya transparansi dan inklusi pendanaan agar seluruh pelaku, termasuk petani kecil, mendapatkan akses dan informasi yang setara.
Ketiga, penguatan pasar menjadi langkah strategis berikutnya. Saat ini, pasar tradisional sawit seperti Tiongkok dan Pakistan menunjukkan tren impor yang tidak stabil, sementara pertumbuhan permintaan dari India menurun 0,2% dan Uni Eropa bahkan merosot 5,3%.
Sebaliknya, Afrika dan Timur Tengah kini dinilai sebagai pasar potensial baru yang dapat mengurangi ketergantungan industri sawit terhadap pasar lama.
“Diversifikasi pasar bukan sekadar pilihan, tapi keharusan agar industri sawit tetap tangguh dan berdaya saing di masa depan,” ujar Izzana.
Lebih jauh, Izzana menegaskan bahwa diplomasi sawit tidak lagi cukup hanya berbicara tentang neraca ekspor dan ekonomi, tetapi juga tentang legitimasi dan persepsi global.
Keberhasilan industri sawit bergantung pada kemampuan membangun citra positif dan keadilan naratif di tengah isu keberlanjutan yang sering disorot secara tidak seimbang.
Sebagai wadah negara-negara produsen, CPOPC berkomitmen menjadi platform kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, korporasi, akademisi, dan investor, untuk menciptakan tata kelola sawit yang lebih inklusif, transparan, dan berkeadilan.
“Diplomasi sawit masa depan adalah diplomasi kepercayaan, bukan sekadar soal perdagangan, tapi tentang posisi kita dalam percakapan global,” tutup Izzana.














